Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) menyiapkan strategi soft landing agar rasio kredit bermasalahnya tetap terjaga seiring dengan berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Direktur Konsumer BRI Handayani mengatakan kredit restrukturisasi Covid-19 di BRI, khususunya di segmen kredit konsumer saat ini sisanya tidak begitu banyak. Namun, secara perlahan BRI terus menyelesaikan restrukturisasinya.
"Kami juga sudah siapkan soft landing sejak akhir kuartal tahun lalu bagi nasabah restrukturisasi," ujar Handayani kepada Bisnis, belum lama ini.
Tercatat, per Desember 2022, kredit restrukturisasi Covid-19 BRI mencapai Rp107,2 triliun, susut 31,71 persen secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan outstanding pada 2021 sebesar Rp157 triliun.
Perseroan juga melakukan review terhadap rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL). "Di segmen konsumer ada sedikit kenaikan memang, namun kami jaga agar tetap terkontrol," kata Handayani.
Sementara itu, secara keseluruhan, BRI sendiri mencatatkan penurunan NPL gross per 31 Desember 2022 menjadi 2,67 persen dibandingkan akhir 2021 yang mencapai 3 persen.
Baca Juga
Sebelumnya, Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan perseroan tahun ini menerapkan soft lending strategy dengan menyiapkan pencadangan lebih dari cukup dalam menghadapi risiko pemburukan kualitas kredit, terlebih restrukturisasi kredit Covid-19 akan berakhir pada bulan ini.
"Pencadangan ini juga merupakan langkah antisipatif mitigasi risiko hadapi ketidakpastian global kenaikan inflasi dan perlambatan ekonomi," ujarnya.
BRI mencatatkan rasio pencadangan NPL sebesar 305,73 persen per 31 Desember 2022, naik dibandingkan posisi akhir 2021 yang hanya 281,2 persen.
Ia mengatakan kebijakan restrukturisasi Covid-19 pada dasarnya membantu debitur terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta perbankan di tengah tantangan pandemi. "Relaksasi ini bisa memurahkan cost of credit. Dalam pandemi, kita pun bisa tumbuh agresif," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun ini hanya akan memperpanjang restrukturisasi kredit Covid-19 secara terbatas, yakni kepada tiga segmen dan wilayah tertentu saja.
Tiga segmen yang diperpanjang restrukturisasinya adalah UMKM, penyediaan akomodasi dan makan-minum, serta beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar. Sementara, berdasarkan wilayah, OJK masih mempertimbangkan bahwa Provinsi Bali belum pulih sepenuhnya dari Covid-19.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan seiring berakhirnya restrukturisasi Covid-19, perbankan gencar melakukan peningkatan cadangan terhadap kredit restrukturisasi sehingga menjadi 24,3 persen.
Menurutnya, hal tersebut menjadi sinyal positif yang mengindikasikan kesiapan masyarakat mengakhiri masa restrukturisasi sejalan dengan rencana pemerintah untuk memperoleh saran WHO terkait penurunan status pandemi Covid-19.
"Sehingga dapat diartikan kita siap mengakhiri masa restrukturisasi pada akhir Maret 2023, kecuali untuk beberapa sektor padat karya yang akan diperpanjang hingga Maret 2024," kata Mahendra.