Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BSI (BRIS) Catat Sisa Kredit Restrukturisasi Covid-19 Rp13,6 Triliun

Bank Syariah Indonesia (BRIS) berkomitmen penuh untuk mengelola sisa portofolio kredit restrukturisasi Covid-19 dengan baik.
Nasabah bertransaksi di salah satu pusat anjungan tunai mandiri (ATM) Bank Syariah Indonesia di Jakarta, Senin (9/1/2022). /Bisnis-Arief Hermawan P
Nasabah bertransaksi di salah satu pusat anjungan tunai mandiri (ATM) Bank Syariah Indonesia di Jakarta, Senin (9/1/2022). /Bisnis-Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) atau BSI mencatatkan portofolio kredit restrukturisasi Covid-19 terus menunjukkan tren penurunan. Hingga kuartal I/2023 total kredit restrukturisasi nasabah BRIS tersisa Rp13,6 triliun.

Direktur Manajemen Risiko BRIS Tiwul Widyastuti menuturkan bahwa BRIS berkomitmen penuh untuk mengelola sisa portofolio kredit restrukturisasi Covid-19 dengan baik guna terus menekan angka persentasenya.

"Dari Rp13,6 triliun ini ada 41,2 persen portofolio kredit restrukturisasi yang masih mendapat perlakukan khusus karena ketentuan baru itu [peraturan perpanjangan restrukturisasi kredit hingga Maret 2024]," jelasnya dalam eganda paparan kinerja kuartal I/2023 BRIS, baru-baru ini.

Tiwul melanjutkan, adapun sisanya yakni sebanyak 26,6 persen hingga saat ini masih melanjutkan periode restrukturisasi program yang telah didapatkan nasabah dengan terus dilakukan monitoring oleh BRIS.

Sementara itu, setidaknya 8,4 persen nasabah restrukturisasi dinyatakan telah kembali normal seiring dengan meningkatnya kembali kemampuan bayarnya.

"Kemudian ada 32,6 persen yang sudah berakhir tapi belum pulih sehingga perlu dilakukan restru kembali tapi tidak menggunakan ketentuan POJK baru melainkan menggunakan program internal kita," pungkas Tiwul.

Untuk diketahui, sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit hingga 31 Maret 2024 mendatang untuk sejumlah sektor tertentu di antaranya segmen UMKM, penyedia akomodasi makan dan minum serta industri tekstil dan alas kaki.

Penetapan kebijakan tersebut seiring dengan ketidakpastian kondisi geopolitik, serta laju inflasi yang tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Alifian Asmaaysi
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper