Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Adu Gagasan Dua Calon DK OJK soal Masa Depan Fintech P2P Lending

Dua calon DK OJK, yaitu Adi Budiarso dan Agusman, memaparkan arah perkembangan industri P2P lending jika terpilih untuk periode 5 tahun ke depan.
Ilustrasi P2P lending atau pinjaman online (pinjol)/Samsung.com
Ilustrasi P2P lending atau pinjaman online (pinjol)/Samsung.com

Bisnis.com, JAKARTA — Sebanyak dua calon Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro (LKM), dan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memaparkan arah dan tugas yang akan diemban untuk lima tahun ke depan di hadapan Komisi XI DPR, Senin (10/7/2023).

Mereka adalah Agusman yang saat ini aktif menjabat sebagai Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Audit Internal Bank Indonesia (BI) dan Adi Budiarso yang Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Salah satu isu yang menjadi sorotan Komisi XI kali ini adalah perkembangan industri financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending, termasuk jumlah pemain fintech P2P lending.

Calon ADK OJK Adi Budiarso menilai bahwa industri fintech P2P lending memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Hal ini mengingat industri ini termasuk ke dalam inovasi teknologi di sektor jasa keuangan dan akan terus berkembang ke depan.

“Sampai saat ini progres dari proyeksi dan beberapa survei membuktikan kemungkinan [fintech P2P lending] pertumbuhannya luar biasa,” kata Adi saat ditemui di Gedung DPR/MPR di Jakarta, Senin (10/7/2023).

Adi menuturkan bahwa survei 2022 menunjukkan sebanyak 77 persen UMKM dapat bertahan di masa pandemi dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya mampu mencapai 70 persen. Artinya, lanjut Adi, digitalisasi menjadi enabler saat kondisi Covid-19.

Fintech menjadi salah satu opsi penguatan peran untuk intermediasi, khususnya untuk UMKM,” tutur Adi.

Di sisi lain, calon ADK OJK Agusman menilai bahwa keberadaan 102 pemain fintech P2P lending yang berizin dan terdaftar di OJK harus bisa dioptimalkan dan bermanfaat bagi masyarakat luas, terutama bagi masyarakat yang sulit mendapatkan akses keuangan.

Oleh karena itu, Agusman berharap 102 penyelenggara fintech P2P lending dapat sesuai dengan ukuran ekonomi Indonesia.

“Secara waktu berjalan, kami akan carikan angka [pemain fintech P2P lending] yang pas, tetapi angka 102 ini akan kita optimalkan sampai bermanfaat bagi masyarakat luas,” ujar Agusman di hadapan Komisi XI DPR.

Kinerja Industri Fintech

Merujuk data statistik Fintech Lending periode Mei 2023 yang dipublikasikan OJK pada Senin (3/7/2023), secara total, OJK mencatat outstanding pinjaman macet lebih dari 90 hari di industri fintech P2P lending pada kategori perseorangan mencapai Rp1,73 triliun per Mei 2023.

Nilai outstanding pinjaman macet itu membengkak 113,25 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp810,74 miliar.

Sementara itu, rasio tingkat keberhasilan penyelenggara P2P lending (TKB90) secara agregat berada di angka 96,64 persen. Dengan demikian, tingkat risiko kredit secara agregat atau tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) berada di angka 3,36 persen per Mei 2023, atau naik jika dibandingkan dengan posisi April 2023 mencapai 2,82 persen.

Indikator lainnya, yaitu rasio return on asset (ROA) dan return on equity (ROE) masing-masing berada di level 5,55 persen dan 11,18 persen. Adapun, beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) terpantau semakin efisien, terlihat dari 87,29 persen pada April 2023 yang turun menjadi 87,13 persen per Mei 2023.

Satgas Waspada (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat masih menerima ribuan pengaduan spesifik jasa keuangan tanpa izin dan paling banyak berasal dari pinjaman online (pinjol) ilegal.

Aduan Pinjol Ilegal

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan bahwa SWI telah menerima 4.354 pengaduan dari jasa keuangan tanpa izin per 30 Juni 2023.

“Jumlah itu terdiri dari 4.182 pengaduan terkait pinjaman online ilegal dan 172 pengaduan terkait investasi ilegal,” kata Friderica dalam keterangan tertulis, dikutip pada Jumat (7/7/2023).

Namun demikian, wanita yang akrab disapa Kiki itu menyebut OJK bersama seluruh anggota SWI meningkatkan koordinasi dalam penanganan investasi dan pinjaman online ilegal, sehingga jumlah pengaduan bulanan terkait investasi dan pinjaman online ilegal telah berada dalam tren yang menurun.

“Terdapat 1.222 pengaduan pada Januari 2023 dan jumlahnya terus turun dengan 275 pengaduan pada Juni 2023 dengan penurunan terbesar yaitu untuk pengaduan atas pinjaman online ilegal,” ujarnya.

Terhitung sejak Januari hingga Juni 2023, OJK telah menerima 10.071 pengaduan. Rinciannya, terdiri dari 4.663 pengaduan sektor perbankan dan 2.402 pengaduan dari industri financial technology (fintech).

Kemudian, sebanyak 1.957 merupakan pengaduan industri perusahaan pembiayaan, 869 merupakan pengaduan industri asuransi, dan sisanya sebanyak 180 pengaduan merupakan layanan sektor pasar modal.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper