Bisnis.com, JAKARTA – PT BTPN Syariah Tbk. pada semester I/2023 membukukan penurunan laba bersih setelah pajak sebesar 12 persen karena kenaikan beban pencadangan menjadi Rp753 miliar dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp858 miliar.
Namun, laba sebelum pajak dan kenaikan beban pencadangan bank berkode saham (BTPS) itu tercatat naik 10 persen (year-on-year) menjadi Rp1,61 triliun dari periode sebelumnya Rp1,46 triliun.
Provisi BTPS tercatat melesat 76 persen menjadi sebesar Rp642 miliar dari periode sebelumnya Rp386 miliar.
Direktur Keuangan BTPN Syariah Fachmy Ahmad menyampaikan bahwa kondisi nasabah pada tahun ini dan tahun ke depan cukup menantang sehingga perseroan membutuhkan tambahan pencadangan.
“Mungkin muncul pertanyaan kenapa justru saat ini kenaikan pencadangan, bukan 1-2 tahun yang lalu, tapi kenyataanya kondisi nasabah memiliki tantangan eksternal saat ini. Kita berbenah agar normal kembali,” ujarnya seperti dikutip Jumat (21/7/2023).
Lebih lanjut, dia menyampaikan perseroan akan mengintensifkan keanggotaan nasabah seperti sebelum pandemi. Pascapandemi tingkat kehadiran nasabah dalam sebuah komunitas kurang dari 80 persen.
Baca Juga
Seperti diketahui BTPS menyalurkan pembiayaan melalui komunitas ibu-ibu yang sering berkumpul dan menggelar arisan. Komunitas kecil ini efektif dalam memantau dan mengingatkan pembayaran angsuran. Model ini mirip dengan Grameen Bank di Bangladesh.
“Kami hati-hati, bikin pencadangan cukup tinggi. Sampai di mana sistem keanggotaan seperti dahulu. Dulu 80 persen hadir, sekarang jauh di bawah itu,” kata Fahmi.
Mengenai kondisi pada semester II dan 2024, Fahmi belum dapat memastikan. Menurutnya, hal itu sangat tergantung dengan hasil pemilihan umum. “Akan bergantung dari pergerakan pemilu.”
Dari sisi kinerja penyaluran pembiayaan, BTPS mencatatkan pertumbuhan sebesar 6 persen. Hal itu sejalan dengan kenaikan jumlah nasabah sebesar 50.000 debitur menjadi sebanyak 4,4 juta debitur.
Adapun pendapatan tercatat tumbuh 10 persen menjadi Rp2,83 triliun. Namun, rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional tercatat naik 66,4 persen dari sebelumnya 57,6 persen.
Hal itu sejalan dengan keanikan non performing financing (NPF) gross sebesar 3 persen dari 2,5 persen. Adapun secara net naik dari 0,3 persen menjadi 0,5 persen.