Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada siang ini, Selasa (25/7/2023).
Berdasarkan konsensus Bloomberg, sebanyak 30 ekonom memperkirakan BI akan kembali mempertahankan suku bunga kebijakannya pada level 5,75 persen.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan bahwa suku bunga kebijakan BI pada level 5,75 persen masih konsisten untuk menjangkar ekspektasi inflasi dalam jangka pendek.
“Sementara itu, nilai tukar rupiah masih bergerak cukup stabil, terutama pasca rilis inflasi AS menunjukkan tren penurunan lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya,” katanya.
Baca Juga
Sementara itu, Josua mengatakan bank sentral AS, the Fed dalam pertemuan FOMC pada pekan ini diperkirakan masih akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin.
Menurutnya, proyeksi arah kebijakan the Fed tersebut akan mendorong stabilitas nilai tukar rupiah. Selain itu, stabilitas nilai tukar rupiah juga ditopang oleh aturan baru terkait penempatan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri yang berlaku pada Agustus mendatang.
“Stabilitas rupiah serta inflasi yang melambat diperkirakan mendorong BI mempertahankan suku bunganya pada RDG mendatang,” jelas Josua.
Senada, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky memperkirakan suku bunga kebijakan BI akan tetap dipertahankan pada level 5,75 persen.
Dia mengatakan, di dalam negeri, tingkat inflasi kembali turun dan berhasil mencapai kisaran target BI sebesar 2-4 persen.
Indikator ekonomi lainnya, seperti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan PMI manufaktur juga menunjukkan bahwa kondisi perekonomian domestik tetap solid dengan ekspektasi konsumen yang positif serta kegiatan produksi yang ekspansif.
Dari sisi eksternal, imbuhnya, keputusan The Fed untuk mempertahankan tingkat suku bunga telah memberikan Indonesia kesempatan untuk mempertahankan selisih imbal hasil antara obligasi pemerintah dengan US Treasury Bonds.
Hal tersebut memberikan dampak yang positif ditandai dengan adanya aliran dana masuk ke Indonesia serta kinerja rupiah yang kuat dibandingkan dengan mata uang negara berkembang lainnya.
“Mempertimbangkan hal tersebut, kami melihat bahwa BI harus mempertahankan suku bunga kebijakannya pada 5,75 persen untuk menjaga stabilitas Rupiah sembari mencermati keputusan the Fed pada pertemuan FOMC mendatang,” jelas Riefky.
Berikut adalah empat indikator ekonomi yang perlu dicermati menjelang pengumuman hasil RDG BI:
Laju Inflasi Stabil
Pada Juni 2023, laju inflasi tercatat melandai ke level 3,52 persen secara tahunan, lebih rendah dari level 4 persen pada Mei 2023.
Pada periode tahun lalu, Juni 2022, Indonesia mencatatkan tingkat inflasi yang tinggi sebesar 4,35 persen, utamanya dipicu oleh disrupsi rantai pasok pada komoditas pangan dan energi, yang disebabkan oleh perang Rusia dan Ukraina.
Angka inflasi yang tinggi pada periode yang sama tahun lalu, kata Riefky, berhasil menciptakan high-base effect, yang kemudian mempengaruhi angka inflasi Juni tahun ini.
“Di sisi lain, menurunnya inflasi Juni juga didukung oleh adanya konsistensi kebijakan moneter yang dibarengi dengan koordinasi yang solid antara BI dan pemerintah,” katanya.
Pada kesempatan berbeda, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan inflasi akan terus menurun dan berada dalam kisaran yang ditargetkan sebesar 2-4 persen sepanjang sisa tahun 2023.
Namun demikian, tekanan inflasi masih berpotensi meningkat yang dipicu oleh El Nino dan cuaca ekstrem, sehingga diperlukan pertimbangan yang cermat, terutama terkait dampaknya terhadap inflasi pangan.
Faisal memperkirakan, tingkat inflasi pada akhir tahun berpotensi mencapai tingkat 3,6 persen. “Namun, kami melihat adanya kemungkinan inflasi dapat mencapai sekitar 3 persen atau bahkan lebih rendah pada akhir 2023 jika pemerintah dapat mengelola harga dan pasokan pangan secara efektif,” katanya.
Ekonomi Domestik Tetap Kuat
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia turun tipis ke level 127,2 pada Juni 2023 setelah mencapai puncaknya pada bulan sebelumnya sebesar 128,3.
Meski turun, IKK Indonesia masih berada dalam zona optimis. Riefky mengatakan, hal ini seiring dengan kondisi yang telah sepenuhnya pulih dari pandemi, yang kemudian mendorong aktivitas ekonomi domestik.
PMI manufaktur pada Juni 2023 kembali mengalami peningkatan menjadi 52,5, setelah mencatatkan rekor terendah dalam enam bulan terakhir sebesar 50,3 pada Mei 2023.
Membaiknya PMI Juni dipengaruhi oleh berbagai determinan seperti ketahanan permintaan domestik, peningkatan kapasitas produksi, serta ketersediaan faktor produksi.
Di samping itu, neraca perdagangan Indonesia berhasil membukukan surplus sebesar US$3,45 miliar pada Juni 2023, melanjutkan tren surplus perdagangan selama 38 bulan berturut-turut.
Riefky mengatakan, meski permintaan domestik kuat, Indonesia harus tetap berhati-hati dalam memantau faktor eksternal, seperti berlanjutnya tren penurunan harga komoditas serta melemahnya permintaan dari negara mitra dagang seperti AS dan China.
Volatilitas Pasar Keuangan
Pada pertemuan FOMC terakhir, the Fed menahan tingkat suku bunga pada level 5,00-5,25 persen. Inflasi AS mencatatkan penurunan menjadi 3,0 persen pada Juni 2023, terendah sejak Maret 2021.
Pasar memperkirakan the Fed akan kembali melanjutkan kenaikan suku bunga acuannya pada pekan ini, setelah jeda pada Juni lalu.
Keputusan the Fed untuk menghentikan sementara kenaikan suku bunga sebelumnya kata Riefky telah menciptakan ruang yang cukup untuk menjaga perbedaan imbal hasil antara obligasi pemerintah Indonesia dan US Treasury Bonds, sehingga cukup menarik untuk memicu masuknya aliran modal ke dalam negeri.
Selama periode pertengahan Juni hingga pertengahan Juli, Indonesia mencatat arus modal masuk sebesar US$330 juta. Hal ini berdampak pada turunnya imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun dari 6,37 persen pada pertengahan Juni menjadi 6,32% persen pada pertengahan Juli.
Credit default swap (CDS) Indonesia 5 tahun juga turun menjadi 82,67 pada pertengahan Juli dari 86,16 pada pertengahan Juni.
Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar rupiah mengalami sedikit depresiasi menjadi Rp15.000 pada 17 Juli dibandingkan Rp14.990 pada pertengahan Juni.
Meski terjadi aliran masuk modal asing, namun ketidakpastian akan keputusan the Fed untuk melanjutkan tren kenaikan suku bunga dalam pertemuan FOMC berikutnya mendorong fluktuasi rupiah akhir-akhir ini.
Pola yang sama juga terjadi di beberapa negara berkembang lainnya seperti Malaysia, Filipina, dan Argentina.
Secara year-to-date, rupiah masih mencatatkan apresiasi sebesar 3,35 persen, menjadikannya yang terbaik di antara negara-negara berkembang bersama dengan Lira Brasil.
Selain itu, cadangan devisa Indonesia pada Juni 2023 tetap tinggi, tercatat sebesar US$137,5 miliar, meskipun sedikit melemah dari US$139,3 miliar pada Mei.
Penurunan ini dipengaruhi oleh kewajiban Pemerintah Indonesia untuk membayar utang luar negeri.
BI menyatakan, jumlah cadangan devisa tersebut setara dengan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor ditambah dengan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta masih di atas standar kecukupan internasional yakni setara dengan tiga bulan impor.