Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mengungkap penyebab atau biang kerok nilai tukar rupiah tercatat melemah ke level di atas Rp15.300 per dolar Amerika Serikat (AS)) pada perdagangan hari ini, Senin (14/8/2023).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup melemah 96 poin atau 0,63 persen ke level Rp15.315 per dolar AS. Indeks dolar AS pun mengalami pelemahan 0,02 persen atau 0,02 persen ke 102,82.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Susianto menyampaikan bahwa hampir seluruh mata uang Asia mengalami pelemahan terhadap dolar AS, tidak hanya rupiah.
“Pemicunya [rupiah melemah] tetap dari sentimen global, seperti tetap hawkish-nya The Fed, ekonomi China yang di bawah ekspektasi pasar,” katanya kepada Bisnis, Senin (14/8/2023).
Selain itu, Edi mengatakan, pernyataan dari Co-Founder Pacific Investment Management Co. (PIMCO) Bill Gross bahwa fair yield US Treasury 10 tahun berada pada level 4,5 persen turut memberikan sentimen pada nilai tukar mata uang Asia.
Saat ini, posisi yield US Treasury 10 tahun saat ini berada pada level 4,09 persen. Pernyataan tersebut membangun ekspektasi pasar obligasi pemerintah akan mengalami bearish market.
Baca Juga
Bursa Asia, imbuhnya, juga banyak mengalami pelemahan. Berbagai perkembangan tersebut menyebabkan hampir seluruh mata uang Asia mengalami pelemahan.
Edi mengatakan berbagai faktor yang memicu pelemahan rupiah tersebut bersifat temporer. BI pun melakukan sejumlah strategi untuk kembali mendorong stabilitas rupiah.
“BI tentunya masuk pasar baik di spot maupun DNDF untuk memastikan keseimbangan supply-demand terjaga dengan baik, dan untuk memastikan tidak terjadi gejolak nilai tukar yang tinggi,” jelasnya.
Bank sentral mencatat pada pekan kedua Agustus 2023, terjadi outflow sebesar Rp14,59 triliun, yang terdiri dari inflow Rp1,45 triliun di pasar SBN dan outflow Rp16,04 triliun di pasar saham.
Secara kumulatif, hingga 10 Agustus 2023, BI mencatat masih terjadi inflow sebesar Rp92,12 triliun di pasar SBN dan di pasar saham sebesar Rp22,74 triliun.