Bisnis.com, JAKARTA - Bank digital Superbank menutup semester I/2023 dengan membukukan kerugian bersih Rp112,92 miliar dari yang sebelumnya mencatatkan laba bersih Rp2,10 miliar pada semester I/2022.
Direktur Keuangan Superbank Melisa Hendrawati membeberkan faktor yang mendorong perusahaan berbalik rugi pada paruh pertama 2023, lantaran adanya proses transformasi digital dan permodalan bank terparkir dalam level aman.
“Komitmen terhadap transformasi digital ini terefleksikan pada beban operasional kami di kuartal II/2023 yang mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Capital Adequacy Ratio [CAR] Bank pada kuartal II/2023 juga tercatat sebesar 238 persen, di mana permodalan bank masih kuat,” ujarnya pada Bisnis, Selasa (16/8/2023).
Menurutnya, Superbank saat ini memang sedang memfokuskan dalam pengembangan produk keuangan yang sederhana, transparan, dan fleksibel serta kolaborasi dengan berbagai mitra strategis serta memperluas akses ke layanan finansial bagi lebih banyak masyarakat Indonesia, khususnya segmen underbanked, baik UMKM maupun retail secara jangka panjang.
Adapun, berdasarkan laporan publikasi bank yang dikutip Bisnis, Superbank sebagai salah satu pemain bank digital Tanah Air membukukan kerugian bersih mencapai Rp112,92 miliar. Sebelumnya, pada semester I/2022 bank ini mencatatkan laba bersih Rp2,10 miliar.
Tercatat, ini disebabkan oleh kenaikan beban operasional lainnya sebesar 439,44 persen secara tahunan (year-on-year) menjadi Rp247 miliar pada Juni 2023 dibanding periode yang sama pada tahun lalu yakni Rp45,79 miliar.
Mulai dari, kerugian penurunan nilai aset keuangan (impairment) yang kian menebal 196,85 persen menjadi Rp29,97 miliar dari yang sebelumnya Rp10,10 miliar.
Disusul dengan pembengkakan sejumlah pos beban lain, seperti beban tenaga kerja yang naik 1.651,17 persen menjadi Rp161,35 miliar dari yang sebelumnya Rp9,21 miliar. Lalu, beban promosi yang naik 1.131,53 persen menjadi Rp1,37 miliar dari yang sebelumnya Rp111 juta.
Beban lainnya pun mengalami peningkatan sebesar 94,32 yoy menjadi Rp67,16 miliar dari yang sebelumnya Rp34,56 miliar. Alhasil, rugi operasional menjadi Rp114,10 miliar per semester I/2023.
Kendati mengalami sejumlah tekanan dari pos beban, kinerja Superbank dalam menghimpun cuan tergolong baik.
Di mana, pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) yang meningkat 176 persen (yoy) menjadi Rp132,90 miliar pada akhir Juni 2023 dari Rp48,15 miliar.
Pendapatan bunga Superbank pun mengalami pertumbuhan 138,19 persen yoy dari Rp59,20 miliar menjadi Rp141,02 miliar yang diikuti oleh penyusutan beban bunga sebesar 26,53 persen dari Rp11,05 miliar menjadi Rp8,12 miliar.
Selanjutnya, dari sisi kredit, Superbank telah menyalurkan kredit hingga Rp1,27 triliun, angka ini naik 122,78 persen dibanding tahun lalu Rp570,04 miliar. Alhasil, aset Superbank ikut menanjak sebesar 10,91 persen dari R3,73 triliun menjadi Rp4,13 trilun.
Bank Digital Bisa Terus Eksis
Pada kesempatan terpisah, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengungkapkan bank digital yang bakal berfokus pada segmen UMKM ini bisa dapat terus eksis, lantaran memiliki jejaring dan modal yang kuat.
“Saat ditanya kenapa Superbank mengalami kerugian, ya terus terang aja suatu model bisnis baru butuh modal yang kuat untuk dibakar-bakar, menahan laju promosi untuk memperkenalkan produk,” katanya.
Amin menilai tak masalah jika menggunungnya beban promosi bank digital merupakan cara yang efektif untuk menarik nasabah, namun perlu dipertimbangkan apabila berbicara mengenai faktor efisiensi.
“Tapi apakah itu efisien? Ini perlu dipertanyakan kalau kemudian biaya promosi itu tidak mengganggu secara biaya keseluruhan, meningkatkan porsi dan kemudian disimulasikan bahwa pendapatan dari apa yang dihasilkan dari biaya promosi itu masih sebanding, maka bisa dikatakan efisien,” jelasnya pada Bisnis.
Beberapa waktu lalu pun Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira mengatakan berkolaborasi di ekosistem bank digital, seperti menggandeng e-commerce dan platform dompet digital bisa menjadi alternatif lain agar tidak terjadi penumpukan beban promosi,
“Dengan itu terbentuk loyalitas secara natural, secara alamiah, sehingga branding dan juga loyalitas konsumennya akan berulang,” sebutnya.
Sebagai informasi, sejak 20 Februari 2023, PT Bank Fama International (Bank Fama) mengumumkan perubahan nama menjadi PT Super Bank Indonesia (Superbank) dan secara resmi bertransformasi menjadi bank dengan layanan berbasis digital.
Melansir dari situs resminya, pada 2021 kepemilikan Bank Fama beralih kepada Grup Emtek yang diwakili oleh PT Elang Media Visitama dan PT Nusantara Berkat Agung.
Dilanjutkan dengan bergabungnya Grab melalui A5-DB Holdings Pte Ltd dan Singtel melalui Singtel Alpha Investment Pte Ltd sebagai pemilik saham untuk mendukung transformasi Bank Fama menjadi bank dengan layanan berbasis digital.
Berdasarkan struktur pemegang sahamnya, Emtek melalui PT Media Visitama memiliki porsi saham di Superbank sebesar 62,76 persen. Sementara itu, A5-DB-Holdings dan Singtel memegang 16,26 persen saham.
Emtek sendiri memiliki ekosistem yang luas melalui jaringan media hingga e-commerce, Grab dengan ekosistem ride-hailing, sementara Singtel memiliki jam terbang tinggi di industri telekomunikasi.
Direktur Utama Superbank Tigor M. Siahaan menyebut pihaknya optimistis dengan memanfaatkan berbagai aset data, teknologi, dan jaringan yang kuat dari ekosistem itu.
“Kami percaya kami memiliki pondasi yang kokoh untuk menawarkan sesuatu yang berbeda di pasar," tutup Tigor.