Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mandala Finance (MFIN) Ungkap Faktor Asing Doyan Bisnis Leasing di Indonesia

Tren semakin maraknya kepemilikan asing di bisnis leasing dalam negeri menunjukkan bahwa mereka melihat potensi besar pasar Indonesia.
Ilustrasi multifinance/Freepik
Ilustrasi multifinance/Freepik
Bisnis.com, JAKARTA - Industri pembiayaan (multifinance) dalam negeri punya pesona tersendiri di mata investor asing. PT Mandala Multifinance Tbk (MFIN) yang saat ini berproses dicaplok raksasa keuangan asal Jepang, Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG) pun mengamininya.
Direktur MFIN Christel Lasmana mengungkap bahwa tren semakin maraknya kepemilikan asing di bisnis leasing dalam negeri menunjukkan bahwa mereka melihat potensi besar pasar Indonesia dari sisi kebutuhan keuangan dan pembiayaan.
"Akuisisi yang dilakukan investor asing terhadap perusahaan pembiayaan menjadi salah satu strategi bagi para investor asing untuk mengakses pangsa pasar di Indonesia yang notabene masih terus berkembang," ujarnya ketika dihubungi Bisnis, dikutip Sabtu (7/10/2023).
Christel pun memberikan bocoran bahwa pasar Indonesia dianggap masih sangat terbuka dan berkembang secara gradual, sebab saat ini konsentrasi akan kemudahan akses keuangan masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Artinya, suatu entitas bisnis apapun yang telah sukses merebut pasar Pulau Jawa sekaligus luar Pulau Jawa, akan dilirik investor asing sebagai calon aset potensial.
MFIN pun sebelum resmi dipinang MUFG telah memiliki portofolio piutang pembiayaan dan basis pelanggan yang tersebar di seluruh Indonesia, bahkan sebagian besar porsi total portofolio berada di wilayah Indonesia Timur.
"Setiap wilayah di Indonesia tentunya memiliki potensi pertumbuhan yang berbeda. Sehingga memperluas kehadiran di luar Pulau Jawa bisa menjadi salah satu langkah strategis, mengingat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi di beberapa wilayah di Indonesia," tambahnya.
Adapun, bagi MFIN, bergabung dengan MUFG juga mencerminkan komitmen untuk terus memperluas layanan dan meningkatkan daya saing, serta meningkatkan akses layanan keuangan bagi masyarakat Indonesia.
"Akuisisi ini adalah bagian dari perjalanan kami untuk menghadirkan inovasi dan layanan terbaik kepada para pelanggan kami. Sesuai dengan semangat Mandala untuk terus Tumbuh Bersama, bergabungnya Mandala menjadi bagian dari MUFG Group diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan," jelasnya.
MFIN pun membidik posisi sebagai salah satu perusahaan pembiayaan terkemuka di Indonesia dan melayani lebih banyak masyarakat hingga ke pelosok yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Dengan dukungan yang lebih besar dari MUFG Group, MFIN berharap dapat memanfaatkan sinergi dengan anak perusahaan MUFG Group di Indonesia, untuk berkolaborasi dalam meningkatkan efisiensi operasional dan mengoptimalkan sinergi bisnis.
Sebagai informasi, pengumuman akusisi MUFG terhadap MFIN terjadi pada pertengahan tahun ini dengan total nilai investasi Rp7,04 triliun. Harga akusisi per saham ditaksir berada di atas Rp3.000 per lembar saham, di mana terbilang harga premium.
Selain entitas MUFG yang akan merebut 70,6 persen saham MFIN, entitas leasing lain yang merupakan anak usaha terafiliasi MUFG dan Bank Danamon, PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk. (ADMF) juga akan mengambil 10 persen saham MFIN.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno sebelumnya menjelaskan pasar industri keuangan di Tanah Air, termasuk industri pembiayaan, memang masih terbuka lebar.
Pasalnya, banyak penduduk usia produktif yang mengandalkan akses pembiayaan untuk berbagai kebutuhan hidupnya, mulai gawai yang harganya ratusan ribu, sampai kendaraan bernilai ratusan juta. Imbal hasil bisnis pembiayaan di Indonesia pun dianggap sangat menarik bagi investor asing.
Kendati industri pembiayaan di Tanah Air masih identik dengan pembiayaan terkait kendaraan, alat berat, dan sewa guna usaha, produk-produk berbasis digital seperti pinjaman dana tunai digital dan pinjaman bayar tunda (paylater) pun telah semakin berkembang.
"Makanya, banyak investor multifinance berasal dari Jepang, karena penduduk usia produktif yang butuh akses pembiayaan di sana sudah stagnan. Sekarang keadaan yang sama juga dialami Korea Selatan. Kalau mereka memutar uang di negaranya sendiri, mana bisa tumbuh secepat di sini," ungkapnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper