Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 akan berhenti pada bulan depan atau Maret 2024. Sejumlah bank pun telah mencatatkan penyusutan portofolio kredit restrukturisasi Covid-19 mereka.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) misalnya per Desember 2023 mencatatkan sisa outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 sebesar Rp54,5 triliun, susut dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp107,2 triliun.
Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi mengatakan BRI merespon rencana pemberhentian restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2024 dengan menyiapkan soft landing strategy.
"Kami optimistis berakhirnya relaksasi tidak akan terlalu berdampak pada kinerja kualitas kredit maupun kinerja keuangan BRI secara umum," ujarnya kepada Bisnis pada Kamis (15/2/2024).
Selain itu, dalam mengantisipasi pemburukan kualitas aset, BRI menjaga pencadangannya.
"Perseroan tetap mengimbangi dengan melakukan pencadangan yang memadai," kata Hendy.
Baca Juga
Per akhir Desember 2023, tercatat pencadangan atas kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) coverage BRI mencapai 229,09%. Sementara, posisi pencadangan kredit berisiko atau loan at risk (LaR) coverage berada di level 54,14% per Desember 2023.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) pun mencatatkan penyusutan kredit restrukturisasi Covid-19 mereka dari Rp50,7 triliun pada 2022 menjadi sisa Rp26 triliun pada 2023.
Lalu, nilai restrukturisasi kredit Covid-19 di PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.(BBNI) susut dari Rp49,6 triliun tinggal Rp26,6 triliun.
Adapun, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) atau BCA mencatatkan nilai restrukturisasi kredit sebesar Rp21,4 triliun pada 2023, turun dibandingkan nilai restrukturisasi kredit pada tahun sebelumnya Rp46 triliun.
PT Bank Syariah Indonesia Tbk. atau BSI (BRIS) juga mencatatkan portofolio restrukturisasi kredit Covid-19 yang turun dari Rp13,28 triliun menjadi Rp7,55 triliun.
Sementara PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) mencatatkan penurunan nilai restrukturisasi kredit Covid-19 dari Rp56,67 triliun menjadi tinggal Rp28,24 triliun.
Direktur Risk Management BTN, Setiyo Wibowo mengatakan BTN melakukan ancang-ancang menjaga kualitas asetnya di tengah tantangan restrukturisasi kredit Covid-19 yang akan berakhir.
BTN misalnya telah membentuk tim yang menangani khusus restrukturisasi kredit Covid-19.
"Ada unit collection tangani tunggakan-tunggakan," tuturnya dalam paparan kinerja pada Senin (12/2/2024).
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 melanjutkan tren penurunan menjadi sebesar Rp285,32 triliun pada November 2023, dibandingkan Rp301,16 triliun pada Oktober 2023, atau turun Rp15,84 triliun.
Jumlah nasabah restrukturisasi kredit Covid-19 juga susut 80 ribu nasabah menjadi 1,14 juta nasabah.
"Menurunnya jumlah kredit restrukturisasi dan NPL berdampak positif bagi penurunan rasio loan at risk menjadi 11,61% pada November 2023, dari Oktober 2023 sebesar 11,81%," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK pada bulan lalu (9/1/2024).
Sebagaimana diketahui, OJK akan mengakhiri kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2024.
Awalnya restrukturisasi kredit Covid-19 direncanakan berakhir pada Maret 2023, namun OJK telah memperpanjang restrukturisasi Covid-19 secara terbatas, yakni kepada tiga segmen dan wilayah tertentu saja hingga Maret 2024.
Tiga segmen yang diperpanjang restrukturisasinya adalah UMKM, penyediaan akomodasi dan makan-minum, serta beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar.
Berdasarkan wilayah, OJK masih mempertimbangkan bahwa Provinsi Bali belum pulih sepenuhnya dari Covid-19.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan dengan akan berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 dari OJK, bank harusnya sudah lebih siap menanggulangi. Bank pun perlu menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit.