Bisnis.com, JAKARTA -- Hingga saat ini setidaknya sudah ada tujuh bank bangkrut pada tiga bulan pertama tahun 2024. Lantas, seperti apa kesiapan otoritas dalam menjamin dana simpanan nasabah?
Sebagaimana diketahui, saat ini PT BPR Aceh Utara bangkrut dan dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Senin 4 Maret 2024.
"Pencabutan izin usaha PT BPR Aceh Utara merupakan bagian tindakan pengawasan yang dilakukan OJK untuk terus menjaga dan memperkuat industri perbankan serta melindungi konsumen," tulis OJK dalam pengumumannya Senin (4/3/2024).
Sebelum BPR Aceh Utara, OJK juga telah mencabut izin usaha PT BPR EDCCASH, Perumda BPR Bank Purworejo, PT BPR Bank Pasar Bhakti, PT BPR Usaha Madani Karya Mulia, BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda), dan Koperasi BPR Wijaya Kusuma sepanjang tahun ini. Padahal, 2023 baru berjalan tiga bulan.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan tiap tahun rata-rata ada 6 hingga 7 BPR tumbang. Akan tetapi, menurutnya hal ini tidak perlu dikhawatirkan, lantaran aset LPS mencapai Rp214 triliun selama tahun berjalan atau year to date (ytd).
Sebagai informasi, dalam hal bank bangkrut, LPS memang bertugas menyiapkan proses pembayaran klaim penjaminan simpanan dan pelaksanaan likuidasi.
Baca Juga
“Kami punya aset Rp214 triliun, itu bisa dipakai [untuk mengganti dana nasabah]. Ukuran [dana yang diganti] kecil-kecil. Jadi, itu lebih dari cukup. Sekarang saja enggak sampai Rp1 triliun untuk sekian BPR, jauh di bawah itu,” ujarnya pada awak media belum lama ini.
Melansir dari situs resmi LPS, sumber dana LPS sendiri berasal dari modal awal pemerintah sebesar Rp4 triliun, kontribusi kepesertaan yang dibayarkan pada saat bank pertama kali menjadi peserta, premi penjaminan yang dibayarkan bank setiap semester sebesar 0,1% dari dana pihak ketiga, dan hasil investasi cadangan penjaminan.
Menurut Purbaya, masalah utama BPR mengalami kebangkrutan lantaran kesalahan tata kelola yang dilakukan manajemen. “Berdasarkan investigasi saya, [tata kelola] manajemen dari ujung ke ujung kacau,” ucapnya
Di sisi lain, mengutip data Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis OJK, BPR mencatatkan laba sebesar Rp1,94 triliun pada 2023, merosot 38,65% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan laba pada tahun sebelumnya Rp3,16 triliun.
Dari sisi rasio profitabilitas, tingkat pengembalian ekuitas (return on equity/ROE) BPR juga jeblok, turun dari 15,39% pada 2022 menjadi 8,74% pada 2023.
ROE menunjukkan tingginya keuntungan yang dihasilkan oleh bank dari setiap nilai yang diinvestasikan pemegang sahamnya. Apabila ROE bank susut, maka semakin turun kinerja bank dalam menghasilkan laba bersih melalui modalnya.
Tingkat pengembalian aset (return on asset/ROA) BPR juga turun dari 1,74% pada 2022 menjadi 1% pada 2023. Makin susut ROA, maka makin turun kemampuan bank dalam mendayagunakan asetnya untuk memperoleh keuntungan.
Dari sisi intermediasi BPR mencatatkan kinerja yang positif. Tercatat, kelompok bank ini telah menyalurkan kredit Rp140,78 triliun pada 2023, tumbuh 8,88% yoy. Aset BPR pun naik 6,95% yoy menjadi Rp194,98 triliun pada 2023.
Sayangnya, BPR mencatatkan pemburukan kualitas aset. Rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) membengkak dari 7,89% pada 2022 menjadi 9,87% pada 2023.
Sementara itu, dari sisi pendanaan, BPR telah meraup dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp158,79 triliun pada 2023, naik 8,65% yoy.