Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) telah memberikan kontribusi yang besar terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Kelompok usaha rumahan, pedagang kecil, hingga pabrik sederhana itu menyumbang 61% PDB Indonesia. Jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara Asean lainnya.
Saat yang sama, UMKM yang memberikan dampak besar terhadap perekonomian tersebut belum mampu menembus pasar ekspor.
“Kontribusi dari UMKM baru 15% terhadap total ekspor kita,” katanya dalam acara BRI Microfinance Outlook 2024, Kamis (7/3/2024).
Menurut Sri Mulyani, kondisi ini disebabkan oleh kendala pembiayaan, di mana sebanyak 29,2 juta UMKM tidak mampu mengakses pembiayaan.
“Ini lebih karena akses. Itu ada constraint atau karena masalah affordability. Ini dua hal yang saya harapkan BRI tadi dengan melakukan penetrasi hingga ke akar rumput melalui BRILink agen,” jelasnya.
Sri Mulyani mengatakan, dari 121,7 juta UMKM yang telah mendapatkan akses pembiayaan, 40 jutanya dari Kredit Usaha Rakyat (KUR), 20 juta UMKM melalui Bank Perekonomian Rakyat (BPR), 35 juta UMKM melalui lembaga keuangan khusus, termasuk 7,6 juta UMKM melalui BLU.
Baca Juga
Dia juga menyoroti, porsi pembiayaan perbankan untuk UMKM baru mencapai 20%, relatif rendah dibandingkan dengan dengan banyak negara lainnya.
“Ini menjadi salah satu tantangan kenapa Indonesia masih perlu meningkatkan pembiayaan dari UMKM di dalam kredit perbankan kita, karena meningkatkan UMKM supaya mendapatkan affordability dan akses UMKM naik kelas menjadi kebutuhan,” katanya.
Pemerintah sendiri, imbuhnya, terus mendukung UMKM melalui berbagai instrumen kebijakan, baik dari sisi belanja maupun perpajakan.
“Dari sisi perpajakan, pajak kepada UMKM di Indonesia dengan final 0,5% dan threshold hingga Rp4,8 miliar, itu termasuk threshold yang sangat tinggi dibandingkan negara-negara lain,” tutur dia.
Terobosan
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) Sunarso menyebut pihaknya makin agresif sebagai memperluas jaringan BRI dengan mengubah kantor cabang konvensional. Dia menemukan fakta bahwa masyarakat kelas bawah sampai saat ini merasa segan datang ke kantor cabang perbankan.
“Mereka [masyarakat kelas bawah] lebih senang datang ke tetangganya yang berupa warung. Maka, warung itu dikonversi menjadi cabang itulah yang kita sebut agen BRILink,” ucapnya dalam BRI Microfinance Outlook 2024, Kamis (7/3/2024).
Lebih lanjut, dia menilai transformasi kantor cabang yang dilakukan perseroan, membuat volume transaksi keuangan hybrid perseroan tetap melaju dengan kencang di tengah pesatnya tren transaksi digitalisasi perbankan “Pasti orang sekarang merasa [full] transaksi digital, tapi sebenarnya beberapa transaksi yang melalui digital payment itu ternyata kombinasi antara digital dan manual yang kita sebut hybrid,” imbuhnya.
Sejauh ini BRI mencatat sudah ada 741.000 agen BRILink. Lalu, volume transaksi di agen BRILink alias warung-warung dalam setahun mencapai Rp1.400 triliun.
Menurut Sunarso, dari total transaksi Rp1.400 triliun, BRI mendapatkan keuntungan Rp1,3 triliun. Akan tetapi bila dibandingkan dengan pendapatan yang diterima oleh agen BRILink, maka angka yang didapat BRI tergolong kecil. “Fee diterima oleh warung-warung itu tidak kurang dari Rp3 triliun setiap tahun,” tuturnya.