Bisnis.com, JAKARTA -- Sejumlah bank digital, seperti bank milik Sea Group PT Bank Seabank Indonesia dan PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB), mencatatkan beban atau kerugian penurunan nilai aset keuangan (impairment) yang membengkak pada 2023. Terkait hal tersebut, ada risiko yang mengintai.
Berdasarkan laporan keuangan, SeaBank mencatatkan impairment Rp4,45 triliun pada 2023, membengkak 60,64% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan tahun sebelumnya Rp2,77 triliun.
Bank Neo Commerce atau BNC juga mencatatkan pembengkakan impairment 151,44% yoy menjadi Rp2,68 triliun pada 2023, dibandingkan dengan impairment tahun sebelumnya Rp1,06 triliun.
Bank digital besutan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), yakni Hibank membukukan pembengkakan impairment hampir empat kali lipat atau 282,82% yoy meskipun nilainya minim yakni Rp34,05 miliar.
PT Krom Bank Indonesia Tbk. (BBSI) besutan Kredivo Group mencatatkan impairment yang membengkak menjadi Rp156,6 miliar pada 2023.
Impairment Bank Jago Tbk (ARTO) juga sebenarnya meningkat, tetapi tipis dari Rp392,66 miliar pada 2022 menjadi Rp401,3 miliar pada 2023. PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) juga mencatatkan peningkatan impairment dari Rp44,26 miliar menjadi Rp47,94 miliar.
Kondisi impairment atau penurunan nilai ini sendiri terjadi saat nilai aset yang tercatat, kurang dari nilai yang tercantum di neraca awal. Aset yang mengalami penurunan nilai akan berdampak pada kerugian laba.
Pembengkakan impairment juga membuka jalan pemburukan kualitas aset bank atau peningkatan kredit bermasalah. Dengan adanya risiko tersebut, bank kemudian menyisihkan pencadangan lebih besar.
Seiring dengan itu, cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) aset keuangan terhadap aset produktif sejumlah bank digital memang tercatat membengkak.
SeaBank misalnya jadinya membukukan CKPN aset keuangan terhadap aset produktif di level yang tinggi yakni 9,05% pada 2023, dibandingkan 5,77% pada 2022 atau membengkak 328 basis poin (bps).
CKPN aset keuangan terhadap aset produktif di BNC pun membengkak 209 bps dari 1,94% pada 2022 menjadi 4,03% pada 2023.
Karyawan beraktivitas di salah satu kantor cabang Bank Neo Commerce di Jakarta, Rabu (5/1/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Krom Bank juga mencatatkan peningkatan CKPN aset keuangan terhadap aset produktif dari hanya 0,22% pada 2022 menjadi 4,67%.
CKPN sendiri merupakan penyisihan yang dibentuk berdasarkan penurunan nilai tercatat aset keuangan.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan faktor yang mendorong terjadinya pembengkakan impairment bank digital adalah portofolio aset dari penyaluran kredit mereka yang kurang baik. "Jadi, pasti akan membengkak impairment-nya," ujar Amin kepada Bisnis pada Jumat (5/4/2024).
Dia menilai jeleknya portofolio kredit milik bank digital itu disebabkan karena skema penyaluran kredit yang tidak kompleks seperti bank konvensional. "Jelas karena bank digital random. Pengecekan tidak kompleks seperti bank lain. Meski prosesnya simpel dan banyak disukai, tapi ini [skema penyaluran kredit di bank digital] risikonya tinggi," kata Amin.
Baca Juga : 8 Bank Digital jadi Pemberi Bunga Deposito Tertinggi 2024, Simak Ketentuan Penjaminan LPS |
---|
Apalagi menurutnya dengan skema channeling, menggaet platform teknologi keuangan (fintech), jika bank digital asal bermitra dan kualitas portofolio pinjaman fintech buruk, maka kualitas aset bank terpengaruh.
"Otomatis untuk tutup aset bermasalah, CKPN bank ditinggikan. Ini yang kemudian harus diperhatikan, NPL [nonperforming loan/NPL], in-efisiennya proses, kemudian harus mengantisipasi CKPN yang cukup gemuk," tutur Amin.
Sejumlah bank digital memang mengandalkan skema channeling dengan menggaet platform fintech dalam penyaluran kreditnya. Seabank misalnya bermitra dengan AdaKami, Rupiah Cepat, hingga EasyCash.
Adapun, perbankan memang gencar menggaet kerja sama dengan pinjol dalam penyaluran kredit. Berdasarkan data Statistik Fintech Lending yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), outstanding kredit pinjol yang bersumber dari bank mencapai Rp30,35 triliun pada Desember 2023, naik 45,56% yoy.
Seabank Indonesia./Istimewa
Seiring dengan itu, kualitas aset di pinjol memburuk. Tercatat, rasio kredit macet 90 hari atau TWP90 pinjol membengkak dari 2,78% pada Desember 2022 menjadi 2,93% pada Desember 2023.
Nilai kredit macet di atas 90 hari pinjol juga naik 22,35%, dari Rp1,42 triliun pada Desember 2022 menjadi Rp1,74 triliun pada Desember 2023.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan OJK pun mengantisipasi peningkatan potensi risiko dari skema channeling bank digital.
"Penting bagi bank untuk memiliki pemahaman yang baik atas proses bisnis mitra, memilih mitra yang tepat, dan mematuhi regulasi yang berlaku," katanya dalam jawaban tertulis pada beberapa waktu lalu (4/4/2024). Bank juga menurutnya mesti menerapkan skema mitigasi risiko yang memadai.
Pada momen terpisah, Dian mengatakan bahwa OJK juga secara proaktif mengawasi tren fintech terutama pembiayaan melalui skema channeling oleh bank digital. Fokus pengawasan mencakup analisis risiko dan evaluasi eksposur bank untuk memastikan praktik manajemen risiko yang baik serta kecukupan pencadangan.
Apabila terdapat bank yang menjalankan skema channeling namun tidak prudent, OJK pun ambil langkah. "Tindakan tegas akan diambil terhadap bank yang memiliki konsentrasi eksposur bisnis fintech yang tinggi namun tidak prudent antara lain penghentian kerjasama dan aktivitas bank terkait serta meminta dilakukannya evaluasi terhadap bisnis proses dimaksud," ujar Dian.
OJK juga mendorong bank untuk terus melakukan diversifikasi dan peningkatan kualitas portofolio kredit. Bank juga dituntut meningkatkan transparansi serta komunikasi dengan nasabah agar membangun kepercayaan.
Selain itu, bank dituntut untuk mengedukasi kepada masyarakat tentang risiko dan kehati-hatian dalam menggunakan layanan pinjol. "Mereka [bank] itu bukan fintech, tidak boleh mereka tidak hati-hati dalam menyalurkan kredit," kata Dian.