Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dapat Guyuran Likuiditas Rp81 Triliun, Bank Prediksi Biaya Dana Susut Tahun Ini

BI menambah dosis suntikan likuiditas senilai Rp81 triliun ke perbankan mulai 1 Juni 2024.
Ilustrasi likuiditas bank. /Freepik
Ilustrasi likuiditas bank. /Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Suntikan likuiditas dari Bank Indonesia kian dinanti perbankan demi menyurutkan perebutan dana di pasar yang memberi dampak peningkatan cost of fund dan mendorong adanya penyesuaian suku bunga kredit.

Sebagaimana diketahui, BI menambah dosis suntikan likuiditas senilai Rp81 triliun ke perbankan mulai 1 Juni 2024. Alhasil, kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) per Juni nanti mencapai Rp246 triliun.  

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan kebijakan tambahan insentif ini merupakan usaha bank sentral untuk menjaga target pertumbuhan kredit 10%-11% pada tahun ini dapat tercapai.

“Kami masih yakin pertumbuhan kredit 10%-11% masih bisa tercapai, yaitu dengan tambahan likuitas dan bagi bank yang menyalurkan kredit bisa menggunakan SBN untuk repo ke BI,” tuturnya dalam konferensi pers, dikutip Kamis (9/5/2024).  

Selain itu, tambahan amunisi bagi perbankan ini juga untuk memastikan kebutuhan likuiditas untuk menyalurkan kredit terpenuhi. Dengan demikian, perbankan tidak perlu menaikkan suku bunga kredit. 

Dari sisi pemain, PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) menyambut baik atas hal tersebut, bahkan perseroan menilai sedikit banyak akan membantu penekanan biaya dana alias cost of fund.

Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan menargetkan biaya dana dapat turun 15-20 basis poin (bps) tahun ini. Tercatat deposit CoF perseroan pada kuartal I/2024 mencapai 3,41% naik 62 bps dari periode yang sama tahun lalu 2,79%.

“[Sementara] cost of credit [Coc] membaik karena ada perbaikan kualitas aset di hampir semua lini bisnis sejalan dengan tetap tumbuhnya portofolio, regular write off dan juga pembayaran,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (5/6/2024).

Tak hanya dari swasta, dari kalangan kelompok pelat merah yakni PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) tak menampik fakta bahwa salah satu tantangan utama industri perbankan saat ini adalah pengetatan likuiditas dan tingginya biaya dana.

Corporate Secretary BTN Ramon Armando menyebut dengan menghadapi situasi pelik seperti ini, bank tidak punya banyak pilihan selain meninjau ulang target pertumbuhan kredit. 

“Jika kita tidak menyeimbangkan target kredit dan biaya dana, akan berdampak pada profitabilitas bank,” ujarnya kepada Bisnis. 

Dapat Guyuran Likuiditas Rp81 Triliun, Bank Prediksi Biaya Dana Susut Tahun Ini

Karyawan menata uang tunai di Cash Center PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta, Kamis (14/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Maka, dengan konteks seperti ini, pihaknya menyambut baik langkah bank sentral dalam melonggarkan likuiditas di market dengan berbagai instrumen. 

Menurutnya kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dapat memberikan tambahan likuiditas sehingga diharapkan bisa meredam kenaikan cost of fund dan bank kembali meningkatkan penyaluran kredit. 

“Namun demikian, harapan terbesar kami, makro ekonomi semakin membaik, nilai tukar stabil dan inflasi terus terkendali, sehingga suku bunga acuan dapat diturunkan kembali. Suku bunga yang lebih rendah akan mengembalikan bank ke jalur pertumbuhan,” ucapnya. 

Tercatat, per Maret 2024, BTN mencatatkan CoF pada level 4,2%, naik 60 bps dari tahun sebelumnya 3,6%. BTN pun memilih menurunkan target pertumbuhan kredit ke level 10%-11% pada 2024 dari target penyaluran kredit 11%-12% seiring dengan naiknya suku bunga acuan BI ke level 6,25% .

Sebelumnya, Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan keputusan ini dilakukan untuk mengantisipasi biaya bunga yang mahal dan persaingan dana pihak ketiga (DPK) yang ketat.  

Senada, dari kelompok bank daerah, yakni PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. (BJTM) juga menilai kebijakan KLM BI relatif memberikan kelonggaran yang cukup untuk likuiditas. 

“Analisis kami dari insentif tersebut berimbas pada pengelolaan GWM BJTM yg semula rata-rata equivalen Rp6,92 triliun menjadi equivalen sekitar Rp3,84 triliun,” ujar Direktur Utama Bank Jatim Busrul Iman kepada Bisnis, Rabu (5/6/2024)

Kata Busrul, selisih dana tersebut dapat maksimalkan pada aset-aset produktif, yang akhirnya mampu menaikkan portofolio BJTM.

“Dengan likuiditas yang makin longgar tersebut akses untuk dana murah BJTM juga masih baik, sehingga suku bunga kredit eksisting selama ini masih cukup kompetitif,” tutupnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arlina Laras
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper