Bisnis.com, JAKARTA - Transaksi keuangan yang menggunakan kartu, baik kartu ATM/debit maupun kartu kredit, mulai terkikis oleh metode pembayaran lain seperti QRIS serta paylater.
Dari sisi kartu kredit, hasil riset terbaru dari Kredivo dengan Katadata Insight Center (KIC) melaporkan penggunaan paylater terus meningkat di merchant online. Bahkan penggunaannya mengalahkan kartu kredit perbankan yang mengalami penurunan.
Hasil riset tersebut diperoleh dari analisis terhadap transaksi online dan offline dari lebih dari 2 juta sampel pengguna Kredivo di 34 provinsi Indonesia pada 2023, serta dari hasil survei online terhadap hampir 7.000 responden pada 10 Maret—7 April 2024.
“Paylater masuk tiga besar [nomor dua] metode pembayaran paling populer untuk berbelanja online, dengan penggunaannya mencapai 70,5% pada 2024 [naik dari 69,4% pada 2023]. Sebaliknya, penggunaan kartu kredit mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 15% pada 2023 menjadi hanya 9,5% pada 2024,” tulis laporan tersebut dikutip Selasa (25/6/2024).
Pada posisi pertama, ada dompet digital atau e-wallet sebagai metode pembayaran yang paling banyak digunakan untuk belanja online mencapai 74,1%, naik dari 62,9% pada 2023.
Baca Juga
Namun, untuk pembayaran pada merchant offline, metode tunai masih populer dengan kontribusi 66,6%. Kemudian dompet digital sebanyak 56,1%, kartu debit 30,7%, transfer bank 22,1%, kartu kredit 13,6%, dan paylater 4,1%.
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda juga melihat bahwa sudah ada peralihan pembayaran digital alih-alih kartu kredit. Terlebih pihaknya mencatat pertumbuhan kartu kredit hanya sekitar 1,5%.
“Sudah, sudah berkurang. Dari data kami itu menyebutkan pertumbuhan kartu kredit itu hanya 1,5% satu bulan per tahunnya. Itu menurun dari tahun ke tahun untuk penerbitan akun kartu kredit itu turun. Itu makanya saya bilang ada pergeseran orang melakukan pembayaran ke digital, kartu kredit sudah ditinggalkan,” kata Huda.
Transaksi Kartu Debit Juga Menyusut
Transaksi digital menggunakan kartu debit atau ATM perbankan melanjutkan penurunan di saat penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) terus meroket.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital di Indonesia tetap kuat didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal.
Salah satu transaksi digital dengan pertumbuhan signifikan adalah QRIS. Pada Mei 2024, hampir seluruh transaksi keuangan digital mencatatkan pertumbuhan kecuali pembayaran menggunakan kartu debit/ATM.
"Transaksi QRIS tumbuh 213,31% YoY, dengan jumlah pengguna mencapai 49,76 juta dan jumlah merchant 32,25 juta. Sementara itu, transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM/D turun sebesar 5,41% YoY sehingga mencapai Rp615,18 triliun," ujar Perry dalam Konferensi Pers Hasil RDG, Kamis (20/6/2024).
Jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, transaksi kartu ATM atau debit masih melanjutkan kontraksi meskipun terjadi perbaikan. Pada April 2024, penurunan transaksi menggunakan kartu debit turun 12,49% YoY.
Sementara itu, pertumbuhan transaksi QRIS meningkat dibandingkan dengan April 2024 yang sebesar 194,06% YoY dengan jumlah pengguna 48,90 juta dan merchant sebanyak 31,86 juta.
Selain menyusutnya transaksi via kartu ATM, jumlah ATM di perbankan juga kian berguguran. Berdasarkan data Surveillance Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah ATM, CDM, dan CRM di Indonesia pada akhir 2023 mencapai 91.412 unit. Jumlahnya menyusut 2.604 unit dalam setahun, atau dibandingkan akhir 2022 sebanyak 94.016 unit.
Adapun, dalam lima tahun terakhir telah terjadi penyusutan 12.227 unit di mana per akhir 2019 jumlah ATM, CDM, dan CRM masih mencapai 103.639 unit.
Ekonom Poltak Hotradero menyebut untuk ATM, keberadaannya memang kerap menjadi beban bagi perbankan hingga menyumbang peningkatan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Semakin tinggi rasio BOPO menunjukkan semakin tidak efisien bank dalam menjalankan usahanya.
"Ya penurunan ATM ini sudah jadi kecenderungan global [karena biaya pemeliharaan, asuransi hingga sewanya mahal]. Misal China itu ATM turun 150.000 hingga 200.000 per tahun. Ke depan pembayaran digital makin disukai,” ujarnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Dia juga menuturkan bahwa dengan pembayaran yang beralih ke digital, membuat penggunaan uang kartal akan berkurang dan kondisi ini didukung oleh bank sentral dunia. “Karena cash handling itu mahal,” imbuhnya.
Poltak juga menuturkan kala transaksi menggunakan QRIS kian masif di kalangan masyarakat, hal itu akan berdampak pada penggunaan ATM yang makin tidak relevan.