Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Transaksi Pakai Kartu Dihantam QRIS dan Paylater

Transaksi pembayaran menggunakan kartu, seperti ATM/debit dan kartu kredit, mengalami penurunan saat QRIS dan paylater menanjak.
Fahmi Ahmad Burhan,Pernita Hestin Untari
Kamis, 27 Juni 2024 | 08:30
Ilustrasi nasabah menggunakan kartu debit di mesin ATM/Freepik
Ilustrasi nasabah menggunakan kartu debit di mesin ATM/Freepik

Transaksi Kartu Debit Juga Menyusut

Transaksi digital menggunakan kartu debit atau ATM perbankan melanjutkan penurunan di saat penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) terus meroket.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital di Indonesia tetap kuat didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal.

Salah satu transaksi digital dengan pertumbuhan signifikan adalah QRIS. Pada Mei 2024, hampir seluruh transaksi keuangan digital mencatatkan pertumbuhan kecuali pembayaran menggunakan kartu debit/ATM.

"Transaksi QRIS tumbuh 213,31% YoY, dengan jumlah pengguna mencapai 49,76 juta dan jumlah merchant  32,25 juta. Sementara itu, transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM/D turun sebesar 5,41% YoY sehingga mencapai Rp615,18 triliun," ujar Perry dalam Konferensi Pers Hasil RDG, Kamis (20/6/2024).

Jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, transaksi kartu ATM atau debit masih melanjutkan kontraksi meskipun terjadi perbaikan. Pada April 2024, penurunan transaksi menggunakan kartu debit turun 12,49% YoY.

Sementara itu, pertumbuhan transaksi QRIS meningkat dibandingkan dengan April 2024 yang sebesar 194,06% YoY dengan jumlah pengguna 48,90 juta dan merchant sebanyak 31,86 juta.

Selain menyusutnya transaksi via kartu ATM, jumlah ATM di perbankan juga kian berguguran. Berdasarkan data Surveillance Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah ATM, CDM, dan CRM di Indonesia pada akhir 2023 mencapai 91.412 unit. Jumlahnya menyusut 2.604 unit dalam setahun, atau dibandingkan akhir 2022 sebanyak 94.016 unit.

Adapun, dalam lima tahun terakhir telah terjadi penyusutan 12.227 unit di mana per akhir 2019 jumlah ATM, CDM, dan CRM masih mencapai 103.639 unit.

Ekonom Poltak Hotradero menyebut untuk ATM, keberadaannya memang kerap menjadi beban bagi perbankan hingga menyumbang peningkatan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Semakin tinggi rasio BOPO menunjukkan semakin tidak efisien bank dalam menjalankan usahanya.

"Ya penurunan ATM ini sudah jadi kecenderungan global [karena biaya pemeliharaan, asuransi hingga sewanya mahal]. Misal China itu ATM turun 150.000 hingga 200.000 per tahun. Ke depan pembayaran digital makin disukai,” ujarnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.

Dia juga menuturkan bahwa dengan pembayaran yang beralih ke digital, membuat penggunaan uang kartal akan berkurang dan kondisi ini didukung oleh bank sentral dunia. “Karena cash handling itu mahal,” imbuhnya.

Poltak juga menuturkan kala transaksi menggunakan QRIS kian masif di kalangan masyarakat, hal itu akan berdampak pada penggunaan ATM yang makin tidak relevan.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper