Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AASI Optimistis Perusahaan Asuransi Spin Off UUS Sesuai Tenggat Waktu

Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) mengungkap bahwa Unit Usaha Syariah (USS) perusahaan asuransi sudah siap spin off sesuai tenggat waktu OJK.
Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) mengungkap bahwa Unit Usaha Syariah (USS) perusahaan asuransi sudah siap spin off sesuai tenggat waktu OJK. Bisnis/Suselo Jati
Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) mengungkap bahwa Unit Usaha Syariah (USS) perusahaan asuransi sudah siap spin off sesuai tenggat waktu OJK. Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) mengungkap bahwa Unit Usaha Syariah (USS) perusahaan asuransi sudah siap spin off. Asosiasi juga optimistis perusahaan dapat memenuhi ketentuan spin off sesuai tenggat waktu yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakni 31 Desember 2026.

Erwin Noekman, selaku Direktur Eksekutif AASI mengatakan sesuai tenggat waktu pelaporan Rencana Kerja Pemisahan Unit Syariah (RKPUS), di mana seluruh perusahaan asuransi dan reasuransi yang memiliki UUS, telah menyampaikan ke OJK dan seluruhnya sudah mendapatkan persetujuan OJK.

“Baik yang akan mendirikan perusahaan baru maupun melakukan pengalihan portofolio UUS,” kata Erwin kepada Bisnis, Kamis (11/7/2024).

Dari sana, lanjut Erwin, sesuai dengan format RKPUS terdapat timeline dan schedule yang harus dipenuhi oleh masing-masing perusahaan. Sehingga dengan demikian, Erwin menyebut AASI meyakini semua Anggota AASI patuh dan taat untuk mempersiapkan pemisahan unit syariah-nya.

“Kembali, sesuai dengan RKPUS yang sudah disetujui OJK, pihaknya meyakini bahwa seluruh Anggota AASI akan mampu memenuhi tenggat waktu yang ditentukan, baik bagi yang akan mendirikan Perusahaan baru, maupun yang akan melakukan pengalihan portofolio unit syariah, yaitu selambat-lambatnya 31 Desember 2026,” ungkap Erwin.

Terakhir, berdasarkan pengamatan yang dilakukan AASI, Erwin menyebut pihaknya memandang bahwa secara umum, kondisi asuransi umum syariah, asuransi jiwa syariah, reasuransi syariah baik yang beroperasi secara penuh (full fledged) maupun yang masih berbentuk Unit Syariah dalam kondisi yang baik.

Namun demikian, Erwin mengatakan tidak dapat memungkiri bahwa ada Anggota AASI yang sedang dalam pengawasan khusus, terkait kondisi induk (pemenuhan modal disetor). Tetapi selebihnya, katanya, semua dalam kondisi yang relatif sehat dan masih dapat memenuhi ketentuan tingkat kesehatan sebagaimana aturan.

“Untuk ke depan, seiring dengan penetapan modal minimum yang meningkat, kami meyakini bahwa dalam RKPUS yang disampaikan Anggota, seluruhnya sudah mengantisipasi aturan baru tersebut,” kata Erwin.

Berdasarkan data statistik OJK pada Mei 2024, aset industri asuransi jiwa syariah mencapai Rp33,18 triliun. Angka tersebut terus meningkat dibandingkan Rp32,79 triliun pada Januari 2024.  Sementara itu, jumlah ekuitas dananya mencapai Rp23,5 triliun yang mana juga meningkat dibandingkan Rp23,97 pada Januari 2024.

Sementara asuransi umum syariah, mencatatkan aset sebanyak Rp9,24 triliun per Mei 2024 yang mana naik dari posisi Januari 2024 yakni Rp8,68 triliun. Dari sisi ekuitas dan mencapai Rp4,55 triliun, naik dari posisi Rp4,3 triliun pada Januari 2023.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono mengatakan sudah ada 30 perusahaan yang akan melakukan spin off unit syariah dengan cara mendirikan perusahaan baru.

“Berdasarkan RKPUS [Rencana Kerja Pemisahan Unit Syariah], dari 30 perusahaan tersebut, terdapat dua perusahaan yang akan mendirikan perusahaan asuransi syariah baru pada 2024,” kata Ogi dalam jawaban tertulis dikutip pada Kamis (11/7/2024).

Dari dua perusahaan tersebut, Ogi menyebut ada satu perusahaan yang telah mengajukan permohonan izin usaha asuransi syariah baru kepada OJK. Perusahaan tersebut ditargetkan untuk menyelesaikan spin off pada akhir tahun ini. Namun demikian, Ogi tidak menyebut detail perusahaan tersebut.

Sementara satu perusahaan lainnya akan mengajukan permohonan izin usaha pada Desember 2024. Untuk itu, lanjut Ogi, proses spin off baru akan diselesaikan pada 2025. Perusahaan asuransi juga dapat melakukan spin off dengan pengalihan portofolio ke perusahaan asuransi syariah lainnya. Ogi menyebut ada 11 perusahaan yang memilih opsi tersebut.

“Dari 11 perusahaan tersebut, terdapat satu perusahaan yang mengalihkan portofolio pada akhir 2023 dan tiga perusahaan yang akan melakukan pengalihan portofolio pada 2024,” katanya.

Ogi mengatakan bahwa satu perusahaan yang mulai melakukan pengalihan portofolio pada akhir 2023, saat ini telah menyelesaikan pengalihan portofolio dan OJK sedang melakukan analisis untuk memastikan pengalihan portofolio tersebut telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sementara untuk tiga perusahaan yang akan mengalihkan portofolio pada 2024, akan mengalihkannya pada semester II/2024. Dua perusahaan akan mulai mengalihkan portofolio pada triwulan III/2024. Sementara satu perusahaan lainnya akan mengalihkan portofolio pada triwulan IV/2024.

“Sesuai dengan RKPUS, untuk tiga perusahaan yang akan mengalihkan portofolio unit syariah pada semester II/2024 tersebut ditargetkan pengalihan portofolio akan diselesaikan pada semester 1/ 2025,” kata Ogi.

Ogi menjelaskan dalam pengalihan portofolio, selain mengalihkan liabilitas perusahaan juga mengalihkan aset kepada perusahaan yang menerima pengalihan portofolio.Dia melihat bahwa potensi kesulitan mencari perusahaan mungkin terjadi apabila tidak terdapat perusahaan yang memiliki produk serupa dengan produk yang akan dialihkan.

Untuk mengatasinya, OJK pun telah melakukan komunikasi dengan perusahaan yang akan melakukan spin-off dengan cara mengalihkan portofolio kepada perusahaan asuransi syariah lain untuk memastikan agar dapat menyelesaikan spin off sesuai dengan batas waktu.

“Apabila pada akhirnya perusahaan tersebut tidak dapat menyelesaikan spin-off sesuai dengan batas waktu, berdasarkan POJK 11 Tahun 2023, OJK akan mencabut izin unit syariah perusahaan tersebut dan perusahaan dimaksud wajib menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada pemegang polis. Penyelesaian kewajiban tersebut tentunya harus dengan persetujuan pemegang polis dan tidak merugikan hak pemegang polis,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper