Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Setelah 16 Tahun, LPS Masih Berburu Aset Sitaan Bank Century di Luar Negeri

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah memenangkan gugatan di Supreme Court of Mauritius atau Pengadilan Mauritius terkait Bank Century.
Karyawati beraktivitas di kantor Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati beraktivitas di kantor Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Setelah 16 tahun atau dua windu pengambilalihan PT Bank Century Tbk, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) masih berburu aset bank yang kini berganti nama PT Bank J Trust Tbk tersebut.

Terkini, LPS memenangkan gugatan di Supreme Court of Mauritius atau Pengadilan Mauritius yang berlangsung pada 19 Juni 2024. 

Pengadilan Mauritius mengabulkan tuntutan agar LPS dan mantan pimpinan LPS yaitu Kartiko Wirjoatmojo [Tiko] dan Fauzi Ichsan dikeluarkan dari perkara. 

Sementara pihak penggugat, adalah First Global Funds Limited PCC (FGFL), Weston International Asset Recovery Company Limited (WIARCO), Weston Capital Advisor, Inc (WCAI), Weston International Asset Recovery Corporation Inc (WIARCI) dan Weston Capital Advisor, Inc (WICL). Mereka mengajukan gugatan pada 2017 silam.

“Setelah melalui proses persidangan yang cukup panjang, akhirnya dalam persidangan tanggal 19 Juni 2024 yang lalu, Pengadilan Mauritius telah mengabulkan tuntutan agar LPS dan mantan pimpinannya dikeluarkan dari perkara,” kata Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (31/07/2024).

Substansi gugatan tersebut adalah terkait dengan Mandatory Convertible Bond (MCB) yang dimiliki oleh salah satu penggugat yang dahulu diterbitkan oleh Bank Century atau sekarang Bank Jtrust Indonesia. 

Para penggugat mendalilkan bahwa berdasarkan MCB tersebut, para penggugat harus menjadi pemenang dari lelang saham LPS pada bank Mutiara ketika dilelang beberapa tahun lalu.

"Secara keseluruhan para penggugat mengajukan tuntutan sebesar US$408 juta, atau kurang lebih setara dengan Rp6,648 triliun," kata Purbaya. 

Selain itu, para penggugat juga mengajukan permohonan Mareva Injunction atau permohonan sita atas segala aset milik Para Tergugat senilai US$400 juta.

Direktur Eksekutif Hukum LPS, Ary Zulfikar menjelaskan ada dua perkara yang tengah dihadapi LPS di kasus Bank Century ini. Selain soal Mandatory Convertible Bond (MCB), perkara lainnya adalah Contempt of Court. 

Dalam perkara ini, penggugat menganggap pimpinan LPS saat itu tidak menjalankan putusan di tahun 2012 dan 2013 terkait tuntutan penggugat untuk pembayaran MCB. 

"Karena pada saat itu Bank Century diambil alih pemerintah dan dianggap seharusnya pimpinan LPS saat itu melakukan pembayaran. Dan kita tak lakukan pembayaran karena banknya diserahkan, ditangani LPS, dan pada akhirnya dilakukan penjualan," kata Ary.

Atas keputusan LPS tersebut, para penggugat mencoba menggugat bahwa para pimpinan LPS dianggap melalukan Contemp of Court agar tidak bisa membela kepentingan LPS di perkara maincase.

Saat ini perkara Contemp of Court tersebut masih aktif di Supreme Court of Mauritius (General Division) namun statusnya tertahan karena menunggu putusan dalam perkara lainnya yang masih diperiksa.

Memburu Aset di Luar Negeri

Ary melanjutkan, pihaknya akan terus mendukung Kementerian Hukum dan HAM untuk mengejar dan mengembalikan aset-aset yang masih dimiliki mantan pemegang saham pengendali dan mantan pengurus Bank Century yang telah terbukti bersalah.

Aset-aset tersebut tersebar beberapa negara seperti Hongkong, dan di Jersey, negara yang berada di wilayah Kerajaan Inggris tapi memiliki pemerintahan sendiri.

Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU), Kementerian Hukum dan HAM, Cahyo R Muzhar menjelaskan dari beberapa negara yang menjadi tempat mengalirnya aset, Hongkong dan Jersey menjadi lokasi aset yang berhasil didapatkan kembali oleh pemerintah Indonesia.

"Kita berhasil setelah perjalanan panjang 15 tahun mengembalikan US$6,1 juta dari Hongkong. Kemudian dari Jersey £662.500. Kalau tadi Hongkong kira-kira kurang lebih Rp98 miliar, Jersey Rp13 miliar," kata Cahyo.

Cahyo mengatakan pengembalian aset dari luar negeri bukan perkara gampang karena memasuki yuridiksi asing di mana sistem hukum dan instrumen keuangannya berbeda dengan Indonesia. Misalnya, trust fund atau dana amanah yang diterapkan di Jersey tidak dikenal di dalam instrumen investasi di Indonesia.

Saat ini proses pengembalian aset yang berada di Hongkong dan Jersey tersebut tinggal menunggu pengembaliannya. Dalam pertemuan terakhir Menteri Hukum dan HAM dengan Jaksa Agung Jersey, Jaksa Agung Jersey meminta Indonesia membuat MoU yang isinya menjelaskan uang hasil rampasan tindak pidana Bank Century akan digunakan untuk kepentingan dan program-program pemerintah Indonesia.

Menurutnya hal tersebut sudah lumrah dalam proses asset recovery lintas negara yang sudah disepakati dalam konsesi antikorupsi PBB maupun anti transaction crime PBB.

"Mudah-mudahan sebelum akhir tahun ini kita sama-sama bisa mentransfer uang dari Jersey maupun yang dari Hongkong," kata Cahyo.

Pada 2004 Bank Century Intervest Corporation (Bank CIC) milik Robert Tantular melakukan merger dengan Bank Pikko dan Bank Danpac menjadi Bank Century. 

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper