Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan perusahaan asuransi untuk meningkatkan permodalan secara bertahap, sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 23 Tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah. Aturan ini diharapkan mampu memperkuat struktur modal perusahaan asuransi di Indonesia.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Bern Dwyanto, mengatakan bahwa kebutuhan modal perusahaan asuransi akan semakin meningkat seiring dengan ekspansi bisnis yang direncanakan oleh banyak perusahaan. Ia menilai bahwa penguatan permodalan secara bertahap merupakan langkah yang tepat untuk mendukung pertumbuhan industri.
"Dampak dari rencana penambahan permodalan tersebut juga berpotensi mendorong perusahaan untuk melakukan konsolidasi. Jika tidak mampu memenuhi kebutuhan modal sendiri, maka opsi konsolidasi dengan perusahaan asuransi lain menjadi pilihan," ujar belum lama ini, Rabu (11/9/2024).
Namun, Bern juga menyoroti tantangan yang dihadapi dalam proses merger atau akuisisi. Ia menjelaskan bahwa belum tentu perusahaan yang bergabung dapat bersinergi dengan baik, karena perbedaan "DNA" perusahaan dapat menimbulkan masalah baru.
Di tengah peluang dan tantangan tersebut, Bern menekankan pentingnya memperbaiki kondisi pasar industri asuransi umum agar lebih kondusif. Menurutnya, dengan membaiknya kondisi pasar, profitabilitas industri akan meningkat, yang pada gilirannya akan memperkuat ekuitas perusahaan asuransi.
Baca Juga
"Dampak positif lainnya adalah kondisi pasar yang lebih baik akan mendorong pertumbuhan dan kesehatan industri asuransi," tambah Bern.
Meski demikian, Bern meminta waktu untuk memenuhi amanat perkuatan modal ini. Ia menyebut bahwa industri asuransi umum juga harus mempersiapkan penerapan standar akuntansi IFRS 17, yang akan berlaku pada 2024. IFRS 17 adalah regulasi terkait pencatatan kontrak asuransi yang diadopsi oleh Indonesia melalui Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 117.
Selain itu, POJK Nomor 23 Tahun 2023 juga mewajibkan perusahaan asuransi untuk mempekerjakan satu orang aktuaris sebagai pemimpin fungsi aktuaria perusahaan.
Bern menegaskan bahwa pada dasarnya asosiasi mendukung upaya OJK dalam memperkuat industri asuransi dan daya saingnya melalui peningkatan persyaratan ekuitas minimum. Namun, ia berharap agar persyaratan ini diberlakukan setelah dua tahun penerapan PSAK 117, yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025, untuk melihat dampaknya lebih jelas.
"Dengan peningkatan permodalan, diharapkan kapasitas perusahaan asuransi akan lebih besar dalam menghadapi risiko-risiko di masa depan," ujar Bern.
Sementara itu, Ketua Umum AAUI, Budi Herawan, menyampaikan bahwa pihaknya tengah menyusun kajian terkait peluang merger di industri asuransi untuk memenuhi ekuitas minimum sesuai ketentuan OJK.
"Saat ini AAUI sedang menyusun kajian teknis dan solusinya, yang akan kami usulkan ke OJK dan dikomunikasikan terlebih dahulu kepada anggota, baik asuransi umum maupun reasuransi," pungkas Budi.
POJK Nomor 23 Tahun 2023 tentang batasan ekuitas minimum asuransi dan reasuransi:
1. Ekuitas minimum tahap pertama (paling lambat Desember 2026) bagi perusahaan yang telah mendapat izin
- Rp250 miliar perusahaan asuransi
- Rp500 miliar perusahaan reasuransi
- Rp100 miliar perusahaan asuransi syariah
- Rp200 miliar perusahaan reasuransi syariah
2. Tahap kedua (Paling lambat Desember 2028)
Kelompok Perusahaan Perasuransian Berdasarkan Ekuitas (KPPE) 1
- Rp500 miliar perusahaan asuransi
- Rp1 triliun perusahaan reasuransi
- Rp200 miliar perusahaan asuransi syariah
- Rp400 miliar perusahaan reasuransi syariah
KPPE 2
- Rp1 triliun perusahaan asuransi
- Rp2 triliun perusahaan reasuransi
- Rp500 miliar perusahaan asuransi syariah
- Rp1 triliun perusahaan reasuransi syariah
Berdasarkan penjelasan Pasal 56 POJK 23/2023, KPPE 1 dilarang menyelenggarakan kegiatan usaha dan/atau produk asuransi selain kegiatan usaha dan/atau produk asuransi sederhana, sedangkan KPPE 2 dapat menyelenggarakan seluruh kegiatan usaha dan/atau produk asuransi.