Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengandalkan peran industri asuransi untuk bekerja sama dengan rumah sakit-rumah sakit swasta untuk kesiapan rumah sakit dalam memenuhi 13 kriteria Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Pasalnya, pemerintah dalam mendukung peningkatan fasilitas rumah sakit tidak mengalokasikan anggaran untuk rumah sakit swasata. Sehingga diharapkan dengan peran asuransi yang bekerja sama dengan rumah sakit, rumah sakit bisa meningkatkan jumlah kunjungan dan pendapatan mereka.
Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) Abitani Taim menilai kerja sama industri asuransi dengan rumah sakit swasta tersebut dapat meningkatkan kinerja industri asuransi sekaligus pelayanan kesehatan rumah sakit.
"Akan tetapi perlu diingat bahwa kerja sama itu harus didasarkan pada prinsip saling menguntungkan dan tidak terlepas dari prinsip-prinsip asuransi, terutama prinsip itikad baik atau utmost good faith," kata Abitani kepada Bisnis, Kamis (26/9/2024).
Selain itu, Kemenkes juga mendorong industri asuransi untuk kerja sama dalam skema coorditation of benefit (CoB). Melalui kolaborasi ini, peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan tidak hanya mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat pertama dan rujukan tingkat lanjutan yang ditanggung BPJS Kesehatan, tetapi juga dapat memanfaatkan layanan rawat jalan dan rawat inap tingkat lanjutan dengan menggunakan asuransi tambahan.
Abtani melihat skema kerja sama tersebut masih belum berjalan baik. Misalnya, dia mencontohkan rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada peserta BPJS cenderung lebih taat pada ketentuan seperti batasan-batasan tarif, dibanding ketika melayani pasien asuransi.
Baca Juga
"Kerja sama dengan skema CoB yang saling menguntung dan adil bagi BPJS Kesehatan, rumah sakit dan perusahaan asuransi swasta, harus segera dirumuskan, misalnya harus ditunjuk salah satu dari mereka sebagai leader dan pengelola administrasi klaim dengan mendapat fee based income," kata Abitani.
Sebelumnya, Juru Bicara Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menjelaskan pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk rumah sakit pemerintah agar dapat meningkatkan fasilitas mereka sesuai 12 kriteria standar KRIS.
Nadia menjelaskan bahwa untuk rumah sakit pemerintah tipe A dan tipe B yang belum memenuhi kriteria sesuai standar KRIS, pemerintah telah mengalokasikan anggaran dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU), alias dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah.
"Total rumah sakit yang diusulkan pada dana DAK tahun 2024 sebanyak 58 rumah sakit dengan biaya per rumah sakit sebesar Rp2,5 miliar atau Rp145 miliar. Dan total rumah sakit yang diusulkan DAU tahun 2025 sebanyak 66 RSUD," kata Nadia kepada Bisnis, Senin (23/9/2024).
Sementar itu, pemerintah tidak mengalokasikan anggaran untuk rumah sakit swasta. Nadia mengatakan rumah sakit swasta dapat melakukan perencanaan pembiayaan dengan melakukan pemetaan KRIS di tempat mereka dan diharapkan pemenuhan standar KRIS dapat dilakukan bertahap.
"Jika kekurangan dana, maka rumah sakit swasta meningkatkan kerjasama dengan perusahaan asuransi swasta dan perusahaan swasta atau lainnya untuk meningkatkan angka kunjungan dalam mendapatkan pendapatan," terangnya.