Bisnis.com, JAKARTA — Industri asuransi dikhawatirkan akan menjadi pasar oligopoli pada 2028 nanti usai ketentuan modal minimum perusahaan asuransi dan reasuransi naik bertahap hingga tahun tersebut.
Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) Abitani Taim menilai dampak positif dari ketentuan ekuitas tinggi tersebut adalah perusahaan asuransi akan memiliki kapasitas yang lebih besar dan lebih sehat. Sedangkan dampak negatifnya, menurutnya kemungkinan banyak perusahaan asuransi yang akan tutup atau terpaksa merger dengan perusahaan lain.
"Pasar oligopoli kemungkinan tidak bisa dihindari, oleh karena itu OJK harus dapat melindungi perusahaan kecil dan juga kepentingan konsumen," kata Abitani kepada Bisnis, pekan lalu.
Abitani menjelaskan kesulitan penambahan modal perusahaan asuransi dapat disebabkan banyak faktor, misalnya dari enggannya pemegang saham untuk menambah modal karena menganggap hasil proyeksi imbal hasil investasi atau ROI-nya kurang menguntungkan, atau memang tidak memiliki sumber daya yang besar.
Sementara itu, Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Wahyudin Rahman mengatakan dampak positif ketentuan modal minimum yang naik tersebut adalah peningkatan stabilitas dan ketahanan finansial industri asuransi. Modal yang cukup menurutnya akan mampu memenuhi kewajiban jangka panjang terutama cadangan klaim.
Selain itu, menurutnya kredibilitas peruahaan juga akan naik karena memiliki manajeman risiko dan layanan berkualitas, sehingga pada akhirnya akan mendorong penetrasi industri karena produk semakin berkualitas.
Baca Juga
"Sedangkan negatifnya, adalah terbentuknya pasar oligopoli, di mana hanya segelintir perusahaan besar yang mendominasi pasar dan potensi naiknya premi karena semakin sedikitnya pemain di pasar, daya tawar konsumen menjadi lebih lemah dan perusahaan yang tersisa bisa memiliki kendali lebih besar terhadap tarif premi untuk yang tidak diatur OJK," kata Wahyudin.
Wahyudin menegaskan bahwa risiko pasar oligopoli itu memang ada, terutama jika persyaratan modal minimum diterapkan tanpa melihat kondisi dan kapabilitas perusahaan yang beragam.
"Namun, ini bisa dicegah jika regulator seperti OJK memberlakukan kebijakan yang seimbang, seperti memberikan insentif bagi perusahaan yang ingin merger atau melakukan konsolidasi, serta menjaga keseimbangan kompetisi di pasar," kata Wahyudin.
Wahyudin menjelaskan, ada beberapa faktor yang membuat perusahaan asuransi kesulitan memenuhi persyaratan modal. Pertama adalah kesulitan akses permodalan. Menurutnya, perusahaan asuransi yang lebih kecil sering kali kesulitan mendapatkan tambahan modal, baik dari investor maupun melalui sumber pendanaan lain. Kondisi ekonomi global yang tidak stabil menurutnya juga menambah tantangan dalam mencari modal baru.
Faktor kedua menurut Wahyudin adalah struktur manajemen yang lemah. Dia menjelaskan perusahaan yang belum memenuhi persyaratan modal minimum sering kali juga memiliki manajemen risiko yang kurang kuat, dan umumnya tidak memiliki struktur manajemen yang memadai untuk menjaga likuiditas yang diperlukan guna memenuhi kewajiban pencadangan.
"Ketiga, tekanan pasar. Kesulitan untuk bersaing dalam hal inovasi produk dan efisiensi operasional, yang pada akhirnya sulit mempertahankan profitabilitas yang cukup untuk memenuhi persyaratan modal," pungkasnya.