Bisnis.com, JAKARTA — Kecelakaan tragis yang menimpa pesawat Jeju Air di Korea Selatan menimbulkan banyak pertanyaan mengenai dampaknya terhadap pasar asuransi penerbangan global.
Meski demikian, praktisi dan pengamat asuransi penerbangan, Arman Juffry, menilai bahwa insiden ini tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap premi asuransi yang dibayarkan oleh maskapai.
“Kejadian semacam yang dialami Jeju Air, di mana hampir semua penumpangnya tewas, tidak akan merubah pasar dalam artian premi yang akan dibayarkan oleh maskapai,” kata Arman kepada Bisnis, pada Senin (30/12/2024).
Menurutnya, para penanggung atau reasuransi aviasi di London telah bertahun-tahun meraih keuntungan karena tidak ada klaim besar yang terjadi. Selain itu, Arman mengataka bahwa pasar asuransi saat ini adalah “customer market,” yang memberikan keleluasaan bagi tertanggung dalam memilih asuransi. “Bahkan menurut catatan saya, ada nasabah yang preminya turun,” tambahnya.
Namun, Arman mengkhawatirkan potensi kenaikan premi asuransi risiko perang atau war risk insurance. Menurutnya, kenaikan ini tidak hanya dipicu oleh risiko perang, tetapi juga mencakup insiden seperti pesawat yang terkena rudal dari negara lain.
Meski begitu, dia menekankan bahwa komponen terbesar dalam premi asuransi penerbangan tetap terletak pada hull & liability, sedangkan risiko war risk hanya merupakan bagian kecil. Selain itu, menurutnya beberapa underwriter di pasar London mulai menghindari risiko terkait war risk.
Baca Juga
Arman menambahkan bahwa naik atau turunnya premi sangat dipengaruhi oleh kapasitas pasar
“Naik atau turunnya premi banyak ditentukan kapasitas. Artinya, kalau reasuransi banyak yang minat, ya premi bisa turun,” ungkapnya.
Dia menyarankan agar maskapai di Indonesia lebih serius dalam menerapkan standar keselamatan dan manajemen risiko. “Saya sarankan maskapai di Indonesia menerapkan safety dan risk management, karena ini bisa merupakan senjata untuk mendapatkan premi yang kompetitif,” tutup Arman.
Menjelang akhir tahun 2024, dunia penerbangan diguncang oleh beberapa kecelakaan pesawat yang mengakibatkan banyak korban jiwa. Salah satu insiden paling mematikan terjadi pada 29 Desember 2024, ketika pesawat Jeju Air tergelincir dan terbakar di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan, menewaskan 179 orang, seperti dilaporkan oleh Reuters.
Beberapa hari sebelumnya, pada 25 Desember 2024, sebuah pesawat Azerbaijan Airlines yang terbang dekat Aktau, Kazakhstan, mengalami kecelakaan tragis. Pesawat jenis Embraer 190 tersebut mengangkut 67 orang, dengan 38 penumpang tewas dan 29 lainnya selamat meski mengalami cedera.
Presiden Azerbaijan menyatakan bahwa pesawat tersebut secara tidak sengaja terkena tembakan dari sistem pertahanan udara Rusia, yang sedang menargetkan drone Ukraina. Presiden Vladimir Putin telah mengungkapkan permintaan maaf atas insiden tersebut, menganggapnya sebagai kesalahan tragis.
Di sisi lain, meski mengalami insiden, Air Canada dan KLM dilaporkan tidak mengalami korban jiwa. Selain itu, sebuah pesawat milik North Coast Aviation jatuh di Papua Nugini, meski informasi lebih lanjut mengenai jumlah korban belum tersedia.