Bisnis.com, JAKARTA – Potensi peningkatan kinerja kredit perbankan Indonesia pada 2025 makin terbuka seiring dengan dampak pandemi Covid-19 yang mulai terkikis.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa indikator kredit berisiko alias loan at risk (LAR) perbankan kian membaik hingga mencapai level yang lebih rendah dari sebelum pandemi Covid-19.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan bahwa tren penurunan LAR berlanjut per November 2024 ke level 9,82%, dibandingkan pada Oktober 2024 yang berada pada level 9,94%.
“Rasio LAR tersebut sudah lebih rendah dibandingkan level sebelum pandemi, yaitu sebesar 9,93% pada Desember 2019,” katanya dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK bulanan, Selasa (7/1/2025).
Mengenai kondisi kredit berisiko, Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) Lani Darmawan menjelaskan bahwa mandeknya perekonomian imbas pagebluk Covid-19 memang menjadi penyebab utama tingginya LAR dalam beberapa tahun ke belakang. Dia pun memproyeksikan kredit berisiko bank tak mengalami kenaikan pada 2025.
“Saya rasa LAR seharusnya tidak naik tahun ini. LAR yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir kan lebih banyak karena dampak Covid-19,” katanya saat dihubungi Bisnis, Rabu (8/1/2025).
Seiring dengan pemulihan ekonomi pascapandemi, Lani berpendapat bahwa LAR perbankan seharusnya turut membaik secara keseluruhan.
Namun demikian, dia menekankan bahwa hal tersebut bergantung pada toleransi risiko alias risk appetite yang dimiliki masing-masing bank maupun kreditur. Di CIMB Niaga sendiri, Lani menyebut bahwa indikator LAR terjaga baik pada kisaran level 6,5%.
“Saya rasa seharusnya untuk normalized basis, tanpa ada kenaikan risk appetite tertentu, LAR akan membaik,” terangnya.
Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) alias BCA mencatat bahwa kualitas kredit perseroan tercatat membaik di tengah kenaikan permintaan kredit sepanjang 2024. Hingga September 2024, rasio LAR bank swasta terbesar di Tanah Air itu berada pada level 6,1%.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn menyampaikan bahwa persentase itu lebih rendah dibandingkan dengan level 7,9% pada tahun sebelumnya.
“Ke depannya, kami terus berkomitmen untuk menerapkan prinsip kehati-hatian secara disiplin. Hal ini dilakukan di antaranya melalui diversifikasi kredit untuk memitigasi risiko konsentrasi kredit dan pemantauan kualitas kredit secara proaktif,” katanya kepada Bisnis melalui pesan singkat.
Di samping itu, menurut Hera, pihaknya juga membentuk tingkat Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) kredit yang memadai untuk mengantisipasi penurunan kualitas aset. Tingkat pencadangan NPL dan LAR di BCA tercatat sebesar 193,9% dan 73,5% pada bulan kesembilan tahun lalu.
“Kami berharap penyaluran kredit yang berkualitas dapat terus menopang pertumbuhan kinerja BCA pada 2025,” tukasnya.
Adapun, OJK mencatat penyaluran kredit bank hingga November 2024 tumbuh 10,79% secara tahunan (year on year/YoY) hingga mencapai Rp7.717 triliun. Realisasi ini melanjutkan tren pertumbuhan dobel digit dalam beberapa waktu terakhir.
Kualitas kredit perbankan juga dinilai tetap terjaga dengan rasio non-performing loan alias NPL gross yang sebesar 2,19%, turun tipis dari sebelumnya 2,20%. NPL nett juga turun dari 0,77% menjadi 0,75%.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa pertumbuhan kredit perbankan hingga bulan kesebelas tahun lalu dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti berlanjutnya realokasi alat likuid ke kredit oleh perbankan hingga dukungan pendanaan dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK).
"Serta dampak positif kebijakan insentif KLM [kebijakan likuiditas makroprudensial] yang disalurkan ke sektor prioritas. Antara lain sektor hilirisasi minerba dan pangan; otomotif; perdagangan; listrik, gas dan air; sektor parekraf; serta sektor UMKM dan hijau," katanya dalam konferensi pers hasil RDG BI pada Rabu (18/12/2024).