Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan dua peraturan untuk memperkuat fungsi pengawasan sektor jasa keuangan, yaitu terkait konglomerasi keuangan dan perintah tertulis.
Kedua aturan tersebut adalah (POJK) Nomor 30 Tahun 2024 tentang Konglomerasi Keuangan dan Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan (KK PIKK) dan POJK Nomor 31 Tahun 2024 tentang Perintah Tertulis.
Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi M. Ismail Riyadi mengatakan POJK 30 Tahun 2024 merupakan penyempurnaan atas POJK Nomor 45/POJK.03/2020 tentang Konglomerasi Keuangan yang disusun dalam rangka melaksanakan mandat Bab XV mengenai Konglomerasi Keuangan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Tujuannya agar OJK melakukan pengaturan terhadap Konglomerasi Keuangan, serta menyelaraskan pengaturan KK PIKK dengan ketentuan internasional dan hasil benchmarking pada beberapa negara.
“POJK 30 Tahun 2024 menjadi salah satu upaya regulator untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan secara terintegrasi terhadap suatu grup/kelompok LJK [lembaga jasa keuangan] yang dimiliki dan atau dikendalikan oleh pemilik yang sama,” kata Ismail dalam keterangan resmi pada Kamis (23/1/2025).
Baca Juga
Ismail mengatakan regulator berharap dengan pengawasan secara terintegrasi terhadap konglomerasi keuangan dan perusahaan induk konglomerasi keuangan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif, berkelanjutan (sustainable), dan berkeadilan sebagai upaya untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, maju, dan bermartabat.
Lebih lanjut, dia menyebut POJK KK PIKK akan mengubah konsep pengawasan terhadap konglomerasi keuangan dari yang semula menggunakan konsep entitas utama menjadi PIKK yang berperan untuk mengendalikan, mengkonsolidasikan dan bertanggung jawab terhadap seluruh anggota konglomerasi keuangan.
Secara umum, POJK tersebut mengatur tata cara pembentukan dan kelembagaan KK dan PIKK, yang mencakup konglomerasi keuangan yang wajib membentuk perusahaan induk konglomerasi keuangan, serta tata cara pembentukannya.
Kedua, aturan tersebut juga mengatur kegiatan usaha serta tugas dan tanggung jawab perusahaan induk konglomerasi keuangan. Ketiga, kriteria kepemilikan dan pengendalian dalam konglomerasi keuangan.
Keempat, tata cara perubahan kepemilikan dan pengendalian dalam konglomerasi keuangan, serta kepengurusan, termasuk Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (PKK) dan Penilaian Kembali Pihak utama (PKPU). Kelima, ada aturan terkait dengan larangan kepemilikan silang.
“Serta kewenangan OJK untuk menetapkan kebijakan tertentu dan pengakhiran perusahaan induk konglomerasi keuangan dan tindak lanjut pembentukannya,” kata Ismail.
POJK 30 Tahun 2024 mulai berlaku sejak 23 Desember 2024. Pada saat POJK ini mulai berlaku, POJK Nomor 45/POJK.03/2020 tentang Konglomerasi Keuangan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Sementara ketentuan OJK lainnya yang mengatur mengenai konglomerasi keuangan antara lain tata kelola terintegrasi bagi konglomerasi keuangan, manajemen risiko terintegrasi bagi konglomerasi keuangan, kewajiban penyediaan modal minimum terintegrasi bagi konglomerasi keuangan, dan pengawasan PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan ini.
Perintah Tertulis
Terkait POJK Nomor 31 Tahun 2024 merupakan harmonisasi ketentuan mengenai kewenangan OJK dalam memberikan perintah tertulis yang berlaku secara OJK wide dengan mengedepankan penyusunan ketentuan secara principle based, serta penyelarasan dan pengkinian dengan UU P2SK.
Ismail mengatakan penerbitan POJK perintah tertulis ini ditujukan untuk memperkuat fungsi pengawasan terhadap sektor jasa keuangan, secara presidensial maupun perilaku pasar (market conduct), sehingga seluruh kegiatan di dalam SJK terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel dalam mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mendukung perlindungan konsumen dan masyarakat.
Peraturan ini diterbitkan terutama untuk menindaklanjuti amanat Pasal 8A Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK sebagaimana telah diubah dengan UU P2SK (UU OJK) yang memberikan mandat untuk mengatur kewenangan OJK dalam pemberian Perintah Tertulis kepada LJK untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi, dan atau konversi (P3IK).
Ismail menjelaskan bahwa POJK ini mengatur tata cara pemberian perintah tertulis kepada LJK dan atau pihak tertentu, dengan pokok perubahan antara lain penambahan ketentuan perintah P3IK sesuai Pasal 8A UU OJK.
Kedua, penyelarasan ketentuan terkait pengawasan market conduct (EPK) dalam pemberian perintah atau tindakan tertentu sesuai Pasal 244 UU P2SK.
Serta pencabutan atas tiga POJK yaitu POJK Nomor 18 Tahun 2022 tentang Perintah Tertulis, POJK No. 18 /POJK.03/2020 tentang Perintah Tertulis untuk Penanganan Permasalahan Bank dan POJK No. 40 /POJK.05/2020 tentang Perintah Tertulis untuk Penanganan Permasalahan LJK Nonbank.
“Adapun, ketentuan pelaksana dari ketiga POJK tersebut di atas masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam POJK ini,” tandas Ismail.