Bisnis.com, JAKARTA – Efisiensi anggaran pemerintah sebagai amanat dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 disebut bisa secara tidak langsung turut mengancam kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai pemangkasan anggaran hingga Rp306 triliun oleh pemerintah berimbas pada kepesertaan program BPJS Ketenagakerjaan segmen peserta penerima upah dan jasa konstruksi. Timboel menilai pemangkasan belanja pemerintah ini pasti berkorelasi dengan kondisi tenaga kerja.
"Ini pasti berkorelasi pada pengangguran. Semakin dipotong, semakin banyak pengangguran. Misalnya Garuda [Maskapai Garuda Indonesia], itu sebenarnya mengharapkan dari [perjalanan dinas] PNS. Kalau dikurangi, dia akan berkurang pendapatannya. Demikian juga dengan mengurangi penggunaan hotel dan seterusnya, karyawan hotel akan terkena dampaknya. Karyawan di percetakan juga, misalnya, dengan ATK yang diefisiensi di pemerintah," kata Timboel kepada Bisnis, Senin (10/2/2025).
Seperti diketahui, Inpres efisiensi anggaran telah diturunkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani menjadi surat edaran S-37/MK.02/2025 yang mengatur terdapat 16 pos belanja kementerian/lembaga yang harus dirampingkan. Pemangkasan itu antara lain belanja alat tulis kantor sebesar 90%, perjalanan dinas 53,9%, infrastruktur 34,3%, hingga percetakan dan suvenir yang harus dipangkas 75,9%.
Timboel merunut, apabila efisiensi belanja pemerintah berimbas pada PHK, peserta program BPJS Ketenagakerjaan pasti akan berkurang, yang diikuti hilangnya penerimaan iuran.
"Artinya, pendapatan iuran berhenti, tapi [klaim] jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) meningkat," ujarnya.
Baca Juga
Dampak bagi pekerja di sektor konstruksi, menurut Timboel, juga cukup besar. Apalagi, Kementerian Pekerjaan Umum sudah mengakui bahwa pemangkasan anggaran Kementerian PU sebesar Rp81,38 triliun bisa menghambat proyek-proyek besar seperti pembangunan jalan, bendungan, gedung, hingga sistem irigasi.
"Pendapatan dari [peserta] jasa konstruksi juga berkurang, karena Kementerian PU itu besar loh yang dipotong. Artinya, banyak orang tidak dipekerjakan atau sudah dipekerjakan terus disetop. Jadi pendapatan iuran berkurang. Kalau peserta penerima upah kena PHK, kemudian apa? Ya si [klaim] JKP bertambah," tegasnya.
Meski ada potensi dampak tersebut, Timboel menilai secara keseluruhan ketahanan dana kelolaan di BPJS Ketenagakerjaan sejauh ini masih cukup solid. Namun, sebagai mitigasi, dia berharap BPJS Ketenagakerjaan secara intens meningkatkan jumlah kepesertaan mereka.
"Kalau BPJS Ketenagakerjaan aman, karena JKK JKM [Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian] itu cukup tinggi aset bersihnya, aset kelolaannya," pungkasnya.