Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menanggapi soal isu ajakan untuk menarik simpanan dana mereka dari bank Badan Usaha Milik Negara (bank BUMN) sejalan dengan peluncuran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Untuk diketahui, wacana publik itu muncul karena kekhawatiran akan transparansi dan akuntabilitas lembaga baru bentukan Presiden Prabowo Subianto itu.
Tiga bank BUMN masuk ke dalam tujuh perusahaan pelat merah pertama yang kini resmi dikelola Danantara, yaitu PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa membantah wacana tersebut. Dia menegaskan bahwa publik tak seharusnya mempertanyakan transparansi Danantara, khususnya setelah Presiden Prabowo membuka kemungkinan lembaga itu bisa diaudit oleh siapa saja.
"Dan targetnya [Danantara] adalah membuat efisien dari sebelumnya. Itu yang sebelumnya orang enggak tahu mungkin. Tapi audit itu membantah keraguan banyak orang," ujarnya usai ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/2/2025).
Purbaya menekankan bahwa transparansi di bank-bank BUMN akan tetap didorong meski sudah berada di bawah Danantara. Dia menyebut masyarakat tidak perlu khawatir sehingga menarik dana simpanan mereka di BMRI, BBRI maupun BBNI.
"Kenapa? Pertama, aman. Kedua, dijamin saya, LPS. Saya cukup kaya [aman] menjamin dana mereka, jadi enggak perlu narik dana dari bank gitu. Jadi, biasa aja business as usual, karena ini akan dikelola profesional dan transparan dari pidato tadi ya. Sebelumnya kan simpang siur," ujarnya.
Purbaya merujuk pada pidato Prabowo saat meresmikan peluncuran Danantara di Istana Kepresidenan, Jakarta, pagi ini. Dia menyebut pernyataan Kepala Negara bisa diartikan bahwa embrio dari superholding BUMN itu tidak imun dari audit lembaga negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Danantara Indonesia, untuk itu harus dikelola dengan sebaik-baiknya, dengan sangat hati-hati, dengan sangat transparan, dengan saling mengawasi, harus bisa diaudit setiap saat oleh siapapun, karena ini sekali lagi adalah milik anak dan cucu kita, milik generasi penerus bangsa Indonesia," ujar Prabowo dalam sambutannya.
Adapun dalam pemberitaan Bisnis sebelumnya, amandemen Undang-undang No.19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) versi draf paripurna tanggal 4 Februari 2025, memberi mandat BPK untuk memeriksa Badan Pengelola Investasi atau BPI Danantara.
Namun demikian, beleid baru yang segera berlaku itu memangkas kewenangan BPK dalam memeriksa laporan keuangan BUMN.
Beleid yang memangkas kewenangan lembaga auditor negara itu tertuang dalam Pasal 71 ayat 1. Pasal itu menekankan bahwa pemeriksaan keuangan tahunan perseroan dilakukan oleh akuntan publik yang penetapannya melalui mekanisme rapat umum pemegang saham alias RUPS.
Padahal jika mengacu kepada UU existing terutama Pasal 71 ayat 1, pemeriksaan laporan keuangan perseroan dilakukan oleh auditor eksternal yang ditetapkan melalui RUPS. Auditor eksternal, salah satunya adalah BPK.
BPK selama ini bisa melakukan audit pemeriksaan laporan keuangan, laporan kinerja, hingga penyusunan audit Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu alias PDTT terhadap BUMN.
"Pemeriksaan dengan tujuan tertentu hanya dapat dilakukan atas permintaan alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN," demikian tulis draf RUU BUMN versi 4 Februari 2025, dikutip Kamis (13/2/2025).