Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap bahwa empat dari 146 perusahaan pembiayaan yang terdaftar belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum sebesar Rp100 miliar.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, menambahkan bahwa ketentuan batas ekuitas minimum Rp7,5 miliar juga belum dipenuhi oleh 11 dari 97 penyelenggara peer to peer (P2P) lending yang terdaftar.
“Dari 11 penyelenggara P2P lending tersebut, lima penyelenggara sedang dalam proses analisis atas permohonan peningkatan modal disetor,” kata Agusman dalam Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Februari 2025 pada Selasa (4/3/2025).
Agusman menyebut OJK terus melakukan langkah-langkah yang diperlukan berdasarkan progress action plan upaya pemenuhan kewajiban ekuitas minimum. Langkah-langkah tersebut mencakup injeksi modal dari pemegang saham, maupun dari strategic investor lokal/asing yang kredibel, termasuk pengembalian izin usaha.
Selain mengawasi kepatuhan terhadap ekuitas minimum, OJK juga aktif menegakkan kepatuhan di sektor Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML). Sepanjang Februari 2025, OJK telah menjatuhkan sanksi administratif kepada berbagai pelaku industri yang melanggar ketentuan.
Pada periode tersebut, OJK telah mengenakan sanksi administratif kepada 24 perusahaan pembiayaan, 11 perusahaan modal ventura, 32 penyelenggara P2P lending, dua perusahaan pergadaian swasta, satu lembaga keuangan khusus, dan empat lembaga keuangan mikro atas pelanggaran yang dilakukan terhadap POJK yang berlaku, maupun hasil pengawasan dan/atau tindak lanjut pemeriksaan.
Baca Juga
Sanksi yang diberikan OJK terdiri dari tiga pembatasan kegiatan usaha, 89 sanksi denda, dan 51 sanksi peringatan tertulis. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan tata kelola perusahaan, prinsip kehati-hatian, serta kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
“OJK berharap upaya penegakan kepatuhan dan pengenaan sanksi tersebut dapat mendorong pelaku industri sektor PVML meningkatkan aspek tata kelola yang baik, kehati-hatian, dan pemenuhan terhadap ketentuan yang berlaku sehingga pada akhirnya dapat berkinerja lebih baik dan berkontribusi secara optimal,” tutup Agusman.
Dari sisi kinerja, OJK mencatat piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan tumbuh sebesar 6,04% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp504,33 triliun pada Januari 2025. Namun pertumbuhan ini sedikit melambat dibandingkan dengan Desember 2024 yang mencapai 6,92% YoY.
Pertumbuhan tersebut didukung pembiayaan investasi yang meningkat sebesar 10,77% YoY. Adapun profil risiko perusahaan pembiayaan masih terjaga dengan rasio Non Performing Financing (NPF) gross tercatat sebanyak 2,96% pada Januari 2025.
Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan periode Desember 2024 yakni 2,70%. Sementara itu NPF net mencapai sebesar 0,93% per Januari 2024 yang mana juga naik dibandingkan per Desember 2024 yakni 0,75%.