Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Premi Industri Reasuransi Terkontraksi hingga Rugi Capai Rp33 Miliar, Begini Kata Pengamat

Pengamat mendorong perusahaan reasuransi untuk menggunakan data analytics dan AI [Artificial Intelligence] dalam underwriting untuk meningkatkan akurasi.
Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Wahyudin Rahman./Kupasi - Wahju Rohmanti
Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Wahyudin Rahman./Kupasi - Wahju Rohmanti

Bisnis.com, JAKARTA — Industri reasuransi di Indonesia mengalami penurunan kinerja yang cukup signifikan sepanjang tahun 2024. Berdasarkan laporan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), sektor ini mencatatkan kerugian setelah pajak sebesar Rp33 miliar, berbanding terbalik dengan laba setelah pajak Rp1,54 triliun pada 2023.

Kerugian ini mencerminkan kontraksi tajam sebesar 121,7% secara tahunan (year on year/YoY). Pendapatan premi pun turun 4,3% YoY menjadi Rp25,93 triliun, dibandingkan dengan Rp27,10 triliun pada tahun sebelumnya.

Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) sekaligus praktisi manajemen risiko Wahyudin Rahman menilai  penurunan kinerja ini merupakan cerminan dari tantangan yang dihadapi industri reasuransi dalam beberapa tahun terakhir.

“Reasurader beberapa tahun terakhir sangat ketat dalam menerima risiko karena kondisi hardening market, tarif dan terms and conditions yang ketat, sehingga permintaan lebih banyak keluar negeri atau memaksimalkan retensi. Secara linear, ini berdampak pada penurunan klaim,” kata Wahyudin kepada Bisnis, pada Senin (10/3/2025).

Selain itu, dia juga menyoroti kebijakan perusahaan reasuransi yang lebih konservatif dalam menentukan cadangan premi seiring meningkatnya potensi risiko.

Menurutnya, ini berdampak pada tekanan terhadap aset investasi sehingga memungkinkan penurunan ekuitas dan menggerus profitabilitas.

Untuk tahun 2025, Wahyudin menilai bahwa pemulihan industri reasuransi akan bergantung pada beberapa faktor utama. Misalnya saja industri asuransi umum bisa kembali bertumbuh, misalnya dari sektor kendaraan, properti, atau kesehatan, maka permintaan reasuransi akan ikut meningkat.

Selain itu, peningkatan kesadaran terhadap risiko bencana dan risiko emerging seperti cyber risk dan perubahan iklim juga dapat mendorong bisnis reasuransi. Namun, dia juga mengingatkan bahwa tantangan besar masih membayangi, terutama dari volatilitas ekonomi dan pasar keuangan.

“Tekanan harga di pasar reasuransi global yang semakin kompetitif bisa menekan harga premi dan membuat margin keuntungan lebih tipis,” tambahnya.

Sebagai strategi menghadapi tantangan ini, Wahyudin menyarankan perusahaan reasuransi untuk menerapkan berbagai langkah optimalisasi, seperti meningkatkan retensi, mendiversifikasi produk ke asuransi siber, parametrik, dan Environmental, Social, dan Governance (ESG), serta mempercepat layanan akseptasi fakultatif melalui sistem aplikasi.

“Reasurader juga bisa mengeksplorasi peluang bisnis di luar negeri atau bekerja sama dengan mitra internasional, menyesuaikan portofolio investasi dengan kondisi pasar, serta menggunakan data analytics dan AI [Artificial Intelligence] dalam underwriting untuk meningkatkan akurasi penentuan risiko dan harga premi yang lebih kompetitif,” pungkasnya.

Di sisi lain, AAUI mencatat industri reasuransi juga mencatatkan kinerja hasil underwriting negatif Rp50 miliar. Angka tersebut mengalami penurunan mencapai 132,6% YoY dibandingkan dengan hasil positif Rp1,52 triliun pada tahun sebelumnya.

Sementara itu, total beban underwriting meningkat 16,4% YoY, mencapai Rp10,19 triliun dari Rp8,75 triliun pada 2023. Nilai klaim yang dibayarkan industri reasuransi justru mengalami penurunan 11,7% YoY, dari Rp15,33 triliun pada 2023 menjadi Rp13,53 triliun pada 2024.

Namun, total ekuitas industri mengalami penyusutan sebesar 18,4% YoY, menjadi Rp6,75 triliun dari sebelumnya Rp8,27 triliun, sementara total liabilitas meningkat 15,1% menjadi Rp30,51 triliun.

Meski demikian, industri reasuransi masih membukukan pertumbuhan hasil investasi sebesar 8,4% YoY menjadi Rp1,17 triliun dari Rp1,08 triliun pada tahun sebelumnya. Total aset juga meningkat 7,3% YoY menjadi Rp38,82 triliun, dengan total investasi naik 5,5% YoY menjadi Rp20,41 triliun.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper