Bisnis.com, JAKARTA – Mayoritas penempatan investasi produk unit linked asuransi jiwa berada di instrumen saham.
Padahal, tahun lalu investasi di instrumen ini kurang menguntungkan di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup 2024 dengan kontraksi sebesar 2,65% year to date (YtD).
Alhasil, sebesar 74,5% dari nilai klaim surrender (nilai polis yang diterima nasabah karena menghentikan pertanggungan asuransinya sebelum berakhirnya kontrak) asuransi jiwa sebesar Rp77,15 triliun adalah pemegang polis unit linked.
Pengamat Asuransi Kapler Marpaung menilai hal tersebut bisa meredupkan minat pasar atas produk unit linked ini.
"Saya dalam berbagai kesempatan selalu memberikan saran baik kepada teman-teman pelaku maupun kepada regulator agar untuk sementara jangan diizinkan perusahaan asuransi menjual unit linked dengan underlying aset equity/saham, cukup unit linked pendapatan tetap atau terproteksi agar tidak terjadi rugi hasil investasi apalagi modal investasi menjadi tergerus," kata Kapler kepada Bisnis, dikutip Kamis (13/3/2025).
Menurut Kapler, unit linked sebenarnya salah satu alternatif instrumen investasi yang baik, khususnya bagi nasabah atau investor pemula. Hal ini karena dana investasi dikelola oleh manager investasi perusahaan asuransi.
Baca Juga
Selain faktor yang kurang menguntungkan itu, Kapler juga menyoroti bagaimana citra negatif pada produk unit linked ini. Dia mencatat, kasus asuransi gagal bayar sampai sekarang belum terlihat bagaimana bentuk penyelesainnya kepada nasabah.
"Saat ini tidak mudah bagi perusahaan asuransi untuk mengembalikan atau meningkatkan kepercaryaan masyarakat atas produk unit linked. Kasus-kasus asuransi gagal bayar adalah penyebab utamanya," tegasnya.
Dosen Program Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menilai saat ini yang diperlukan stakeholders industri asuransi jiwa adalah lebih fokus untuk pembenahan dan mengembalikan kepercayaan publik.
"Jadi kalau menurut saya prospek unit linked di tahun 2025 ini belum menggembirakan," ujarnya.
Sepanjang 2024, premi asuransi jiwa dari produk unit linked mengalami kontraksi 11,5% YoY menjadi Rp75,03 triliun dibanding Rp84,76 triliun per akhir 2023. Penurunan ini melanjutkan kinerja negatif di periode sebelumnya di mana pada 2023 premi unit linked kontraksi 23,1% YoY.
Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Iwan Pasila mengatakan tren menurun kinerja unit linked ini berkaitan dengan dilakukannya penyesuaian penyelenggaraan produk unit linked melalui regulasi Surat Edaran OJK Nomor 5 Tahun 2022 yang diterbitkan Maret 2022.
"Melalui regulasi ini kita mencoba memperbaiki prosesnya. Kita berharap segmen yang dipasarkan unit linked ini segmen yang cocok, orang yang benar-benar memahami. Kalau dilihat premi unit linked sekarang memang turun," kata Iwan.
Iwan melihat saat ini terjadi shifting dari produk unit linked tersebut. Berdasarkan data, di saat premi unit linked turun per akhir 2024, premi dari produk tradisional naik signifikan hingga 18,7% YoY menjadi Rp110,36 triliun. Pertumbuhannya berlanjut dari yang tumbuh 14,9% YoY pada periode 2023 dengan nilai premi sebesar Rp92,99 triliun.
Iwan berharap peralihan produk unit linked oleh nasabah ini dilakukan dengan tepat yaitu shifting untuk produk yang menawarkan Return of Premiun (RoP). Dengan skema RoP ini, apabila pemegang polis tidak mengajukan klaim selama periode pertanggungan maka sebagian atau seluruh premi yang dibayarkan akan dikembalikan ke nasabah.
"Kita memang shifting-nya ke proteksi yang benar. Dia proteksi, tapi juga ada misalnya RoP, pengembalian premi kalau tidak terjadi klaim," pungkasnya.