Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Persaingan Bisnis, Manajer Investasi Mulai Ajukan Izin Dirikan DPLK

Otoritas Jasa Keuangan memberi kesempatan kepada pada manajer investasi untuk mendirikan usaha Dana Pensiun Lembaga Keuangan.
Karyawati beraktivitas di kantor Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) di Jakarta. Bisnis
Karyawati beraktivitas di kantor Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) di Jakarta. Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa bisnis Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) mulai dilirik oleh para manajer investasi setelah dibuka peluang secara regulasi sejak akhir 2024 lalu.

Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, mengatakan pihaknya telah menerima permohonan dari salah satu manajer investasi yang memiliki dana kelolaan minimal Rp25 triliun dalam 3 tahun terakhir. Permohonan izin tersebut saat ini masih dalam proses dan menunggu kelengkapan dokumen dari pihak pemohon.

“Saat ini sudah ada satu Manajer Investasi yang mengajukan izin untuk mendirikan DPLK dan masih berproses untuk melengkapi dokumen perizinan,” ujar Ogi dalam jawaban tertulis dikutip Minggu (27/4/2025).

OJK sebelumnya mendorong lebih banyak pelaku jasa keuangan, termasuk perusahaan asuransi dan manajer investasi, untuk masuk ke industri dana pensiun. Langkah perluasan ini guna meningkatkan cakupan kepesertaan dan memperkuat dana jangka panjang nasional.

Meski demikian, Ogi menegaskan bahwa pendirian DPLK tetap harus memenuhi seluruh persyaratan administratif dan teknis yang berlaku.

Dalam pemberitaan Bisnis sebelumnya, terdapat 14 DPLK yang berpeluang mendirikan DPLK dari industri manajer investasi. Meski demikian tidak semua terdorong untuk mendirikan DPLK.

Hanif Mantiq, Ketua Asosiasi MI Indonesia (AMII) saat itu mengatakan tantangan dari industri manajer investasi dengan aset jumbo yakni sudah terkait bank dan asuransi. Induk usaha ini juga sudah memiliki DPLK untuk menunjang bisnisnya. 

“Mungkin tersisa hanya lima MI saja yang belum punya DPLK di grupnya,” terangnya kepada Bisnis akhir tahun lalu.

Hanif melanjutkan, tantangan yang harus dihadapi MI yang sudah mendapatkan izin menyelenggarakan DPLK ke depan adalah perusahaan harus dapat mengumpulkan dana kelolaan minimal Rp1 triliun. Dana itu demi menutup biaya operasional, terutama pemasaran, biaya teknologi informasi (IT), dan sistem pengoperasian.

Michael T. Tjoajadi, Presiden Direktur Schroders Indonesia, mengatakan penyelenggaraan DPLK maka pengelolaan investasi merupakan salah satu aspek bisnis terpenting, tetapi bukan satu-satunya.

Selain keahlian mengelola investasi, menurutnya perusahaan juga harus memiliki sumber daya manusia yang berpengalaman memberikan pelayanan dan pemahaman yang baik dan benar tentang program pensiun kepada masyarakat. Hal ini penting terutama karena kesadaran atau literasi masyarakat masih rendah. Kondisi tersebut membuat partisipasi DPLK umumnya masih sangat rendah.

“Selain itu, perusahaan juga harus memiliki sarana dan sistem teknologi yang memadai untuk mengakomodasi kepesertaan program pensiun,” tambahnya.

Terkait batas minimal rata-rata AUM, Iwan Pasila, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, mengatakan dalam menetapkan nilai AUM sebesar Rp25 triliun tersebut telah melalui banyak pertimbangan.

“Banyak pertimbangan dalam penetapan AUM. Namun, pertimbangan saat ini, AUM ini dinilai cukup untuk memberikan gambaran tentang kapabilitas yang dibutuhkan untuk mendukung kemampuan digital dan keahlian yang diperlukan,” kata Iwan kepada Bisnis.

Iwan beralasan, nilai AUM yang ditetapkan meningkat menjadi Rp25 triliun bertujuan memastikan hanya MI dengan kapasitas dan pengalaman memadai yang dapat mengelola DPLK.

Menurutnya, nilai AUM Rp25 triliun itu penting untuk menjaga stabilitas dan kepercayaan dalam industri dana pensiun, serta memastikan bahwa pengelolaan dana pensiun dilakukan oleh entitas yang memiliki sumber daya dan keahlian yang cukup.

“OJK menyadari bahwa ketentuan ini akan berpotensi mengurangi kesempatan MI untuk mendirikan DPLK. Namun, OJK menekankan pentingnya batasan pengelolaan AUM bagi MI sebagai calon pendiri DPLK untuk memastikan MI yang masuk ke industri DPLK memiliki kemampuan finansial dan operasional yang kuat demi melindungi kepentingan peserta pensiun,” jelasnya.

Selain itu, OJK juga menilai bahwa skala ekonomi yang memadai penting untuk memastikan efisiensi pengelolaan DPLK. Menurutnya, ketentuan ini juga bertujuan menciptakan standar tata kelola yang lebih baik di industri dana pensiun.

“Dengan demikian, OJK berupaya menjaga keseimbangan antara membuka peluang bagi MI untuk mendirikan DPLK dan memastikan bahwa pengelolaan dana pensiun dilakukan oleh entitas yang memiliki kapasitas memadai demi kepentingan peserta.”

Dia mengharapkan masuknya MI dalam pengelolaan DPLK dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan industri dana pensiun di Indonesia

Halaman
  1. 1
  2. 2
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Anggara Pernando
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper