Terkait batas minimal rata-rata AUM, Iwan Pasila, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, mengatakan dalam menetapkan nilai AUM sebesar Rp25 triliun tersebut telah melalui banyak pertimbangan.
“Banyak pertimbangan dalam penetapan AUM. Namun, pertimbangan saat ini, AUM ini dinilai cukup untuk memberikan gambaran tentang kapabilitas yang dibutuhkan untuk mendukung kemampuan digital dan keahlian yang diperlukan,” kata Iwan kepada Bisnis.
Iwan beralasan, nilai AUM yang ditetapkan meningkat menjadi Rp25 triliun bertujuan memastikan hanya MI dengan kapasitas dan pengalaman memadai yang dapat mengelola DPLK.
Menurutnya, nilai AUM Rp25 triliun itu penting untuk menjaga stabilitas dan kepercayaan dalam industri dana pensiun, serta memastikan bahwa pengelolaan dana pensiun dilakukan oleh entitas yang memiliki sumber daya dan keahlian yang cukup.
“OJK menyadari bahwa ketentuan ini akan berpotensi mengurangi kesempatan MI untuk mendirikan DPLK. Namun, OJK menekankan pentingnya batasan pengelolaan AUM bagi MI sebagai calon pendiri DPLK untuk memastikan MI yang masuk ke industri DPLK memiliki kemampuan finansial dan operasional yang kuat demi melindungi kepentingan peserta pensiun,” jelasnya.
Selain itu, OJK juga menilai bahwa skala ekonomi yang memadai penting untuk memastikan efisiensi pengelolaan DPLK. Menurutnya, ketentuan ini juga bertujuan menciptakan standar tata kelola yang lebih baik di industri dana pensiun.
Baca Juga
“Dengan demikian, OJK berupaya menjaga keseimbangan antara membuka peluang bagi MI untuk mendirikan DPLK dan memastikan bahwa pengelolaan dana pensiun dilakukan oleh entitas yang memiliki kapasitas memadai demi kepentingan peserta.”
Dia mengharapkan masuknya MI dalam pengelolaan DPLK dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan industri dana pensiun di Indonesia