Bisnis.com, JAKARTA – Porsi utang luar negeri swasta khususnya dari sektor ekonomi seperti pertambangan dan penggalian, pengadaan listrik dan gas, serta real estate terpantau mengalami tren penyusutan.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso menyampaikan secara umum utang luar negeri (ULN) swasta memang masih melanjutkan kontraksi pertumbuhan.
Pada kuartal I/2025, tercatat senilai US$195,5 miliar yang setara dengan Rp3.238,7 miliar (kurs JISDOR akhir Maret 2025 Rp16.566 per dolar AS) atau mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,2% YoY lebih rendah dari kontraksi kuartal sebelumnya sebesar 1,6% YoY.
“Utamanya, didorong oleh ULN bukan lembaga keuangan [nonfinancial corporation] yang mencatat kontraksi pertumbuhan sebesar 0,9%, lebih rendah dibandingkan kontraksi 1,7% pada kuartal IV/2024,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (15/5/2025).
Mengacu data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) edisi Mei 2025 yang melaporkan posisi akhir Maret atau kuartal I/2025, menunjukkan bahwa tren turunnya porsi utang swasta telah terjadi sejak September 2024.
Dalam tujuh bulan tersebut, setidaknya porsi ULN swasta telah susut US$2,92 miliar atau sekitar Rp48,4 triliun.
Baca Juga
Sebagai informasi, ULN swasta mencakup ULN penduduk kepada bukan penduduk dalam valuta asing dan atau rupiah berdasarkan perjanjian utang (loan agreement) atau perjanjian lainnya, kas dan simpanan milik bukan penduduk, dan kewajiban lainnya kepada bukan penduduk.
ULN swasta meliputi utang Lembaga Keuangan dan Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan, sedangkan Utang Luar Negeri Lembaga Keuangan terdiri dari Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank.
Termasuk di dalamnya komponen utang luar negeri swasta adalah utang luar negeri yang berasal dari penerbitan surat berharga di dalam negeri yang dimiliki oleh bukan penduduk.
Berdasarkan sektor ekonomi, porsi utang luar negeri paling jumbo berasal dari industri pengolahan yang mencapai US$49,28 miliar atau setara Rp816,44 triliun.
Berbeda dengan Industri Pengolahan yang terpantau terus mengalami pertumbuhan jumlah utang, sektor Pertambangan dan Penggalian justru susut dari US$31,87 miliar pada Maret 2024 menjadi US$30,65 miliar pada Maret 2025.
Sektor Pengadaan Listrik dan Gas juga mengalami penurunan jumlah ULN dari US$38 miliar pada Maret 2024 menjadi US$36,93 miliar pada Maret 2025.
Masih dalam periode yang sama, Jasa Keuangan dan Asuransi susut dari US$40,26 miliar menjadi US$38,76 miliar. Kemudian sektor Real Estate turut turun dari US$4,9 miliar menjadi US$3,35 miliar.