Bisnis.com, JAKARTA – Survei Konsumen dan Perekonomian yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukkan adanya pelemahan Indeks Menabung Konsumen (IMK) per Mei 2025. Hal ini antara lain disebabkan oleh pengeluaran terkait biaya sekolah hingga cicilan utang.
Direktur Grup Riset LPS Seto Wardono menjelaskan bahwa IMK pada bulan kelima tahun ini berada pada level 79,0, melemah 4,4 poin dari posisi bulan sebelumnya. Komponen pembentuk IMK yakni Indeks Waktu Menabung (IWM) turut menurun 1,7 poin ke level 92,9, sedangkan Indeks Intensitas Menabung (IIM) turun 7,1 poin ke level 65,1.
“Perkembangan ini mengindikasikan rencana dan intensitas menabung yang cenderung melemah. Hal ini antara lain berhubungan dengan pengeluaran rumah tangga yang lebih tinggi untuk pendidikan selama masa penerimaan siswa baru menjelang dimulainya tahun ajaran baru. Selain itu, juga terdapat peningkatan jumlah responden yang mengurangi tabungannya untuk membayar cicilan utang,” katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (2/6/2025).
Dia memerinci, pelemahan IMK terjadi pada seluruh kelompok pendapatan rumah tangga. Penurunan paling besar terlihat pada kelompok berpendapatan hingga Rp1,5 juta per bulan, yang turun 12,5 poin dibandingkan bulan lalu.
Berikutnya yakni IMK rumah tangga berpendapatan Rp3 juta—Rp7 juta per bulan yang turun 7,2 poin, serta rumah tangga berpendapatan Rp1,5 juta–Rp3 juta yang melemah 3,0 poin. IMK kelompok rumah tangga dengan pendapatan di atas Rp7 juta per bulan pun turun 1,1 poin, kendati berada di atas level 100.
Terkait komponen IIM, sebanyak 30,3% responden menyatakan tidak pernah menabung per Mei 2025, sedangkan 56,7% lainnya menyatakan bahwa nilai yang ditabung lebih kecil dari perencanaan. Hasil komponen IWM menunjukkan bahwa 29% responden menilai saat ini merupakan waktu yang tepat untuk menabung, sementara 39,8% responden menilai waktu yang tepat adalah tiga bulan mendatang.
Baca Juga
Pada saat bersamaan, LPS juga mencatat penurunan optimisme konsumen, yang tecermin dari Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK), melemah 3,4 poin ke level 99,7 pada Mei 2025.
Pelemahan terlihat pada dua komponen IKK, yaitu Indeks Situasi Saat Ini (ISSI) yang turun dari 81,9 menjadi 79,4 pada Mei 2025, serta Indeks Ekspektasi (IE) yang terkontraksi ke level 114,9 dari 118,9 pada bulan lalu.
Menurut Seto, perkembangan ini didorong oleh melemahnya persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi lokal dan lapangan kerja saat ini.
“Selain karena faktor kenaikan harga sembako dan sulitnya lapangan kerja, penurunan IKK juga dipengaruhi faktor lain yang meningkat dari bulan sebelumnya, di antaranya adanya banjir, kegagalan panen, dan harga jual panen yang menurun. Cuaca ekstrem yang melanda sejumlah wilayah menyebabkan banjir dan kerusakan infrastruktur umum. Hal ini terlihat pada turunnya IKK di wilayah-wilayah yang terdampak cuaca ekstrem dan banjir,” paparnya.
Menariknya, penurunan optimisme konsumen paling besar terjadi pada kelompok rumah tangga berpendapatan di atas Rp7 juta per bulan yang turun 14,6 poin secara bulanan. Pun demikian dengan IKK rumah tangga berpendapatan hingga Rp1,5 juta per bulan dan kelompok berpendapatan Rp3 juta—Rp7 juta per bulan yang masing-masing terkontraksi sebesar 8,8 poin dan 2,8 poin.
Penurunan terkecil dialami IKK rumah tangga berpendapatan Rp1,5 juta—Rp3 juta/bulan, yaitu sebesar 2,1 poin. Meskipun demikian, Seto menyebut bahwa ekspektasi positif konsumen terhadap prospek ekonomi dan pendapatannya mendatang masih terjaga.