Bisnis.com, JAKARTA — Kasus dugaan korupsi pemberian kredit yang melibatkan PT Sri Rejeki Isman Tbk. alias Sritex terus bergulir dan menyeret sejumlah bank.
Sejumlah bankir yang pernah menjabat di beberapa bank daerah kini menghadapi proses hukum akibat dugaan penyimpangan dalam pemberian kredit kepada perusahaan tekstil raksasa tersebut.
Mereka diduga terlibat dalam skema pemberian kredit jumbo kepada Sritex tanpa melalui prinsip kehati-hatian, yang kemudian berujung pada kredit macet setelah perusahaan tersebut mengalami gagal bayar dan mengajukan restrukturisasi utang di pengadilan.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Nurcahyo Jungkung Madyo mengatakan dalam pengusutan kasus tersebut, terdapat dua klaster penyidikan. Klaster pertama yaitu berkaitan dengan pemberian kredit dari bank daerah, antara lain Bank DKI (sekarang Bank Jakarta), Bank Jabar Banten (BJB), hingga Bank Jateng.
Adapun, total kerugian negara dalam perkara ini ditaksir mencapai Rp1,08 triliun. Jumlah itu, berdasarkan pemberian kredit dari Bank DKI (sekarang Bank Jakarta) Rp149 miliar; Bank BJB Rp543 miliar; dan Bank Jawa Tengah (Jateng) Rp395 miliar.
“Penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi di PT Sritex ini terbagi menjadi dua klaster. Pertama tentunya, ini yang terkait dengan tiga bank BPD, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah, BJB dan Bank DKI,” ujar Nurcahyo di Kejagung, Selasa (22/7/2025).
Untuk penyidikan klaster pertama, penyidik korps Adhyaksa telah menetapkan 11 tersangka dalam perkara ini. Dari belasan tersangka itu, tercatat ada tiga bekas bos BPD, yaitu eks Dirut Bank DKI Zainuddin Mappa (ZM), eks Dirut Bank BJB Yuddy Renaldi (YR), dan eks Dirut Bank Jateng, Supriyatno (SP).
Selain itu, Kejagung juga telah menetapkan Eks Dirut Sritex Iwan Setiawan Lukminto (ISL) sebagai tersangka. Iwan diduga telah menggunakan dana kredit dari bank tersebut untuk membayar utang Sritex dan pembelian aset non-produktif seperti tanah di Solo dan Yogyakarta.
Penyidikan klaster kedua, lanjutnya, terkait dengan pemberian kredit dari bank pelat merah seperti PT Bank Negara Indonesia Tbk. atau BNI, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. atau BRI, hingga Lembaga Pembiayaan Ekspor Impor atau LPEI. “Satu lagi klaster yang kami masih melakukan penyidikan juga, yaitu terhadap pemberian kredit di dua bank, yaitu BNI, BRI dan LPEI. Kreditnya ini kredit sindikasi, seperti itu,” tambahnya.
Adapun, berikut ulasan mengenai kinerja terkini dari bank-bank daerah yang berada dalam pusaran kasus korupsi Sritex:
Bank Jakarta (Bank DKI)
Merujuk laporan keuangan Bank Jakarta, yang sebelumnya dikenal sebagai Bank DKI, laba bersih tahun berjalan yang diatribusikan kepada pemilik pada kuartal pertama 2025 tumbuh 14,86% menjadi Rp215,34 miliar dibandingkan periode sebelum 2024 yaitu Rp187,48 miliar.
Raihan laba salah satunya didorong oleh pendapatan bunga Rp1,41 triliun hingga kuartal I/2025. Perolehan pendapatan bunga perseroan meningkat 4,15% dari Rp1,36 triliun.
Sayangnya pendapatan bunga Bank Jakarta dipengaruhi beban bunga tercatat Rp710,15 miliar, walaupun turun dari sebelum Rp712,63 miliar. Dengan demikian, pendapatan bunga bersih perseroan tercatat senilai Rp708,73 miliar pada kuartal I/2025.
Perusahaan juga mencatatkan kerugian dari penurunan nilai wajar aset keuangan Rp1,04 triliun. Meskipun nilai kerugian ini turun 45,88% dari Rp1,93 triliun pada kuartal I/2024.
Kemudian penurunan nilai aset keuangan (impairment) menunjukkan perbaikan dengan penurunan 41,84% dari Rp65,83 miliar. Adapun kerugian lainnya yakni kerugian terkait risiko operasional Rp109 miliar.
Lalu beban tenaga kerja Rp288,96 miliar, beban promosi Rp29,81 miliar dan beban lainnya Rp220,52 miliar. Sementara di pos cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan (CKPN) untuk kredit yakni Rp2,37 triliun. Meningkat 1,82% dari Rp2,33 triliun.
Adapun penyaluran kredit dan pembiayaan syariah perseroan mencapai Rp52,23 triliun, tumbuh 3,36% YoY pada tiga bulan pertama tahun ini, yang terdiri dari kredit senilai Rp45,09 triliun dan pembiayaan syariah senilai Rp7,14 triliun.
Rasio kredit macet atau nonperforming loan (NPL) gross mencapai 2,74% sampai dengan akhir Maret 2025. Padahal pada Maret 2024 rasio NPL gross sebesar 2,01%. Sementara rasio NPL net Bank Jakarta sebesar Rp 1,15% dari 0,70%.
Bank BJB
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR) atau Bank BJB mencatatkan laba bersih Rp398,41 miliar hingga kuartal I/2025, naik 9,37% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp364,26 miliar.
Mengacu pada laporan keuangan yang diterbitkan pada Selasa (29/4/2025), pendapatan bunga Bank BJB hingga periode pertama 2025 yakni Rp4,27 triliun. Pendapatan bunga Bank BJB meningkat 11,1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp3,84 triliun.
Dalam periode ini, perseroan juga melaporkan menekan kerugian penurunan aset (impairment) menjadi Rp115,08 miliar berbanding Rp150,97 miliar pada periode sebelumnya. BJBR menekan komisi/provisi dan administrasi menjadi Rp373,84 miliar dari sebelumnya Rp400,99 miliar.
Setelah dikurangi beban dan pendapatan lainnya, dalam tiga bulan pertama 2025 ini, BJBR membukukan laba operasional Rp597,95 miliar berbanding Rp461,57 miliar pada tahun lalu.
Bank Jateng
Bank Jateng menorehkan laba bersih Rp350,94 miliar, tumbuh signifikan 31,12% secara tahunan (yoy) dari Rp267,64 miliar. Pendapatan bunga Bank Jateng tercatat naik 13,49% secara yoy menjadi Rp1,89 triliun, seiring peningkatan aktivitas kredit dan pembiayaan. Sementara itu, beban bunga hanya meningkat 10,50% menjadi Rp686,07 miliar.
Adapun, pendapatan bunga bersih sebesar Rp1,21 triliun, naik 15,2% dari Rp1,05 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Margin bunga bersih mengalami kenaikan dari 4,97% menjadi 5,44%.
Dari sisi intermediasi, Bank Jateng menyalurkan kredit per Maret 2025 mencapai Rp63,58 triliun. Penyaluran kredit Bank Jateng naik 3,2% secara tahunan. Kredit konvensional menyumbang Rp59,55 triliun, sementara pembiayaan syariah tumbuh impresif sebesar 13,90 persen menjadi Rp4,03 triliun.
Namun rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) gross Bank Jateng berada di level 3,87%. Sementara itu, NPL net berada di 0,20%. Adapun, aset Bank Jateng tumbuh 3,56% menjadi Rp91,04 triliun per kuartal I 2025.