SEMARANG – Industri Bank Perkreditan Rakyat mengaku keberatan dengan rencana Bank Indonesia meningkatkan modal minimal hingga Rp4 miliar—Rp10 miliar, meskipun mereka mengakui peningkatan modal secara bertahap mutlak diperlukan.
Teruna Jaya Tarigan, Sekjen Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), mengaku pihaknya belum pernah diajak diskusi oleh Bank Indonesia (BI) mengenai rencana penerbitan aturan kenaikan modal minimal.
“Pada prinsipnya kami setuju BPR untuk meningkatkan modal minimal, namun tentunya besarannya harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing BPR tidak bisa dipaksakan,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (27/2/2013).
Menurut dia, apabila BPR diwajibkan menambah modal namun belum dibutuhkan maka akan tercipta inefisiensi. “Coba bayangkan apabila BPR tingkat kecamatan dengan aset kecil diwajibkan untuk memiliki modal Rp4 miliar, mau diapakan modal itu,” ujarnya.
Perbarindo akan segera melakukan kajian mengenai besaran penambahan modal guna memberikan masukan kepada bank sentral dalam calon regulasi itu. Menurutnya, BI juga tidak boleh memaksakan BPR untuk merger melalui ketentuan aturan modal minimal tersebut.
Konsep perampingan jumlah BPR dengan merger, menurut dia, mudah diucapkan namun sulit dilakukan. Hal tersebut disebabkan karena sulit untuk menyatukan visi, kultur, hingga sumber daya manusia dari dua atau lebih entitas BPR.
“Secara statistik kami melihat merger hanya bisa dilakukan apabila pemiliknya sama. Ini yang terjadi pada BPR milik pemerintah daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah,” ujarnya.
Bank sentral kembali melontarkan wacana untuk meningkatkan modal bagi BPR dengan berdasarkan zona wilayah atas kepadatan penduduk dan kecepatan perputaran uang. BPR yang berada di zona satu akan diwajibkan memiliki modal minimum Rp10 miliar, sementara zona dua Rp6 miliar dan zona tiga Rp4 miliar.
Adapun ketentuan yang berlaku sekarang berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/26/PBI/2006 adalah modal minimal Rp5 miliar bagi BPR yang beroperasi di DKI Jakarta. Selanjutnya Rp2 miliar bagi BPR di wilayah Jawa dan Bali, serta Rp500 juta—Rp1 miliar bagi BPR yang beroperasi di luar Jawa dan Bali.
Berdasarkan catatan Bisnis, wacana ini telah terdengar sejak 2010 lalu namun urung terealisasi. Wacana ini juga sempat menjadi pembahasan dalam beberapa kali pertemuan Perbarindo.
Hingga 2011 sebanyak 78% dari sekitar 1.600 BPR yang beroperasi di Indoensia memiliki modal di bawah Rp10 miliar. Adapun pada akhir 2012 terdapat 574 BPR yang memiliki aset Rp10 miliar ke bawah. Total jumlah BPR pada akhir 2012 sebanyak 1.653 entitas.