BISNIS.COM, JAKARTA – Tindakan Kejahatan atau fraud pada alat pembayaran menggunakan kartu menunjukan peningkatkan dalam 3 tahun terakhir dengan beberapa modus operandi.
Data Bank Indonesia menyatakan periode Januari—Mei 2013 tercatat sudah terjadi 12.038 kasus fraud alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) dengan nilai Rp13,09 miliar. Secara volume terjadi peningkatan fraud
dari periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat 8.768 kasus
senilai Rp17,75 miliar.
Total fraud APMK yang terjadi selama 2012 tercatat 24.363 kasus dengan nilai Rp37,21 miliar, sementara pada 2011 tercatat 19.749 kasus dengan nilai Rp37,33 miliar dan 2010 tercatat 18.122 kasus senilai Rp55,22 miliar.
Meski demikian, kasus fraud yang terjadi dalam 3 tahun terakhir masih di bawah 2009 yang tercatat 110.653 kasus senilai Rp44,99 miliar. Fraud ini terjadi pada kartu kredit, kartu ATM dan debet yang
diterbitkan oleh seluruh bank.
Bank sentral mencatat setidaknya ada 11 modus operandi fraud APMK, a.l. skimming, yakni pencurian data nasabah ketika kartu anjungan tunai mandiri yang masih menggunakan magnetic stripe digesek di mesin electronic data capture. Selain itu juga ada modus phising, yakni pencurian data nasabah dengan menggunakan website palsu.
Difi A. Johansyah, Direktur Eksekutif Komunikasi BI, mengakui ada sindikat kejahatan dengan target APMK yang memanfaatkan kelemahan teknologi dan kelengahan nasabah.
“Kami menghimbau kepada bank untuk memperkuat keamanan terhadap APMK dengan berbagai teknologi yang sudah ada,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (30/6/2013).
Penguatan keamaan yang bisa dilakukan, misalnya penerapan notifikasi melalui pesan singkat untuk setiap transaksi menggunakan APMK dengan minimal nominal tertentu yang dilakukan oleh nasabah. Sistem
notifikasi ini sebenarnya sudah diberlakukan oleh sebagian bank, meskipun banyak bank yang belum menerapkan.
Selain itu, tuturnya, sebagian kejahatan APMK juga memanfaatkan kelemahan teknologi magnetic stripe yang masih digunakan pada mayoritas kartu ATM dan debet yang diterbitkan oleh perbankan. Kartu jenis ini sudah beberapa kali dikloning oleh pelaku kejahatan dengan mengambil data ketika kartu digesek di EDC.
Untuk menghindari kejahatan serupa, bank sentral telah menerbitkan Peraturan nomor 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK.
Salah satu ketentuan aturan tersebut adalah kartu ATM dan Debet harus menggunakan teknologi chip pada 2015 mendatang. Teknologi chip diyakin bank sentral dan pelaku usaha lebih aman dibandingkan dengan magnetic stripe.
SVP Mass Banking Bank Mandiri Riza Zulkifli mengatakan perseroan menjadwalkan migrasi kartu ATM dan debet dari magnetic stripe menjadi chip dimulai pada tahun ini. Meski demikian, perseroan masih menunggu
standarisasi kartu chip.
"Jadwal kami melakukan perubahan chip mulai September mendatang. Akan tetapi masih menunggu standardisasi kartu chip selesai lebih dulu,” ujarnya pekan lalu.
Bank Mandiri juga akan melakukan pergantian personal identification number (PIN) dari empat digit menjadi enam digit mulai September mendatang. Hal tersebut juga untuk memenuhi ketentuan PBI APMK. “Untuk
pergantian PIN ATM bisa dilakukan nasabah cukup melalui mesin ATM. Namun juga bisa dilakukan melalui kantor cabang,” jelasnya.