Bisnis.com, JAKARTA—Bank Indonesia (BI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan melakukan integrasi data mulai 1 Januari 2014.
Indonesia belajar dari Australia yang menerapkan dual-supervision antara BI-OJK. Reserve Bank of Australia (RBA) melakukan MoU dengan Australian Prudential Regulation Authority (APRA) guna integrasi data dan menjamin pengawasan yang lebih baik.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Sistem Informasi Bank Indonesia (BI) Bramudija Hadinoto menjelaskan peran BI setelah terbentuknya OJK adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dan stabilitas makro serta stabilitas sistem dan regulasi sistem pembayaran.
OJK berperan terhadap masalah data mikropudensial bank dan lembaga keuangan bukan bank lainnya.
“Standarisasi bentuk laporan perbankan yang akan diserahkan kepada OJK sampai saat ini belum dirancang,” jelasnya, Senin (8/7/2013).
Bramudija sempat mengkhawatirkan tentang sistem kordinasi yang akan diterapkan pada 2014.
Sistem pengelolaan data dan informasi perbankan yang terintegrasi memiliki keuntungan yakni dapat meningkatkan transparansi, meminimalisir kecurangan dan penyalahgunaan wewenang dalam pembuat kebijakan.
“Pengelolaan data dan informasi perbankan yang terintegarasi nantinya dapat memantau laporan harian likuiditas bank umum, dan bila terjadi lonjakan bisa dipantau sesegera mungkin,” ucapnya.
Berdasarkan pasal 43 UU No. 21/2011 memaparkan bahwa OJK, BI dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) wajib menggunakan dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi.
Bramudija mengungkapkan perlunya standarisasi untuk menyamakan persepsi dalam langka pengawasan makro dan mikro dan juga kebijakan.