Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum (AAUI) Julian Noor menilai sistem pengawasan berbasis risiko yang menggunakan skema pengawasan berjenjang akan memudahkan regulator untuk mengawasi.
“Pengelompokan ini memudahkan pengawasan karena ada perusahaan yang masuk ke kelompok yang harus dipantau ketat, ada pula yang bisa dibilang tidak perlu diawasi secara seksama karena sudah sangat sehat,” terangnya.
Selain itu, skema pengawasan industri keuangan non bank yang dibuat terintegrasi akan memudahkan proses sinkronisasi hasil pengawasan, terutama terkait kelompok bisnis yang saling terafiliasi.
Namun demikian, pengawasan yang terintegrasi membutuhkan instrumen penilaian yang distandardisasi sehingga formulasi dan nilai pembobotannya seimbang.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menerapkan pengawasan berjenjang terhadap pelaku di industri keuangan non bank dengan mengelompokkan mereka ke dalam beberapa kategori yang diperhitungkan berdasarkan potensi risiko yang ditimbulkan ketika terjadi krisis.
Kategorisasi tersebut secara garis besar didasarkan pada dua hal. Pertama, perusahaan dikelompokkan berdasarkan jumlah aset yang dikelola. Semakin besar aset kelolaan, semakin besar pula potensi risikonya terhadap kondisi ekonomi secara keseluruhan.
Kedua, pengelompokan berdasarkan kesehatan perusahaan. Ada sejumlah indikator dalam menentukan kondisi keuangan perusahaan, di antaranya rasio kecukupan modal terhadap risiko, kekuatan permodalan.