Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai industri perbankan siap memperkuat aspek permodalan bank baik dari sisi kualitas dan kuantitas sesuai standar internasional Basel III.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad optimis dengan kondisi industri perbankan Indonesia telah mampu memenuhi seluruh ketentuan yang disyaratkan dalam kerangka Basel III, walau tenggatnya baru 2019.
"Dari sisi permodalan, industri perbankan masih sangat kuat, dilihat dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) yang hingga akhir tahun lalu berada pada kisaran 18%-19%,” ungkapnya, Senin (3/2).
Kendati demikian, OJK menganggap perlu mengawasi lebih ketat aspek likuiditas perbankan untuk memastikan industri ini mampu bertahan ketika diterpa krisis finansial. Sejumlah aturan telah disusun untuk menjaga likuiditas tetap sehat.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) juga mengeluarkan ketentuan mengenaikan KPMM (Kewajiban Penyertaan Modal Minimum Bank Umum) yang tertuang pada PBI No.15/12/PBI/2013 tentang penyesuaian komponen dan persyaratan instrumen modal serta rasio permodalan (CAR).
Adapun komponen dan persyaratan instrumen modal sesuai dengan kerangka Basel III tersebut mengatur bahwa komponen modal bank terdiri atas komponen Modal Inti (Tier 1) dan komponen modal pelengkap (Tier 2). Komponen Modal Inti (Tier 1) sendiri dibagi menjadi dua yaitu modal inti utama (common equity Tier 1) dan modal inti tambahan (Additional Tier 1).
Sedangkan untuk bank yang tergolong Domestic Systemically Important Bank (D-SIB) wajib membentuk Capital Surcharge. Sementara itu, buffer adalah tambahan modal yang persentasenya ditetapkan oleh otoritas dalam kisaran sebesar 1%–2,5% dari ATMR yang berfungsi untuk mengurangi dampak negatif terhadap stabilitas sistem keuangan dan perekonomian apabila terjadi kegagalan pada D-SIB.
Sementara itu, Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony A. Prasetiantono mengungkapkan bank-bank di Indonesia masih punya waktu untuk berbenah sebelum Basel III diimplementasikan.