Bisnis.com, JAKARTA - Risiko pelarian modal akibat tapering the Fed tak hanya dialami oleh Indonesia, tetapi juga dihadapi oleh negara-negara berkembang lainnya.
Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM)Tony A. Prasetiantono menilai Indonesia mampu menghadapi risiko pelarian modal keluar dari Indonesia ke New York atau tapering The Fed.
Tony menyarankan untuk menahan dana-dana tersebut agar tidak lari dari Indonesia maka Bank Indonesia (BI) harus tetap menahan suku bunga acuan BI (BI Rate) guna menarik capital in flow. Menurutnya, BI Rate sudah cukup tinggi, sehingga tak perlu dinaikkan lagi.
“BI Rate tak perlu dinaikkan, karena kondisi rupiah sudah cukup stabil,” ungkapnya, Senin (3/2/2014).
Namun, Tony mencontohkan negara India yang sudah menaikkan suku bunga acuan menjadi 8%, sedangkan negara Turki lebih agresif dalam menaikan suku bunga acuan. Dia menjelaskan hal tersebut dilakukan untuk mencegah kemungkinan keluarnya dana dari dalam negeri.
Alasan lain BI Rate tak perlu dinaikkan, dia menilai kondisi rupiah sudah mulai stabil di kisaran Rp12.100—Rp12.200 per dolar. Selain itu, Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) pada November 2013 sudah surplus US$776,8 juta.
Dia mengungkapkan surplus neraca perdagangan tersebut disumbangkan oleh pencapaian kinerja ekspor sebesar US$15,93 miliar sementara impor berada pada angka US$15,15 miliar.