Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi Indonesia (Apparindo) akan mendukung Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk terus mendorong regulator agar menghapus aturan batas bawah tarif premi asuransi.
Tim Penasihat Khusus Apparindo Freddy Pieloor menyatakan pihaknya tengah menunggu hasil kajian ulang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait tarif premi asuransi properti dan kendaraan bermotor. “Katanya sih bakal ada revisi, tetapi saya belum mendapat pemberitahuan,” ujarnya seperti dikutip Bisnis.com, Selasa (27/1/2015).
Dalam kesempatan terpisah, Komisioner KPPU Muhammad Syarkawi Rauf mengatakan KPPU akan terus melakukan pertemuan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), setelah sebelumnya KPPU menyurati lembaga pengawas keuangan itu.
“KPPU tidak punya wewenang untuk menghukum OJK, yang kami bisa lakukan adalah menggonggongi OJK terus-menerus,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (26/1/2015).
Sebagai pengingat, Agustus tahun lalu, KPPU melayangkan surat kepada OJK. Surat itu berisi permintaan agar OJK menghapus aturan batas bawah tarif premi asuransi. Alasannya, agar mampu memberi ruang persaingan sehat dan menciptakan pelaku usaha yang efisien serta memberikan manfaat kepada konsumen secara keseluruhan.
Pendapat KPPU tersebut disampaikan berdasarkan hasil kajian KPPU dalam menindaklanjuti berbagai pengaduan terkait kenaikan premi asuransi kendaraan bermotor dan harta benda.
Surat KPPU itu tidak lantas membuat OJK menghapus aturan batas bawah tersebut. OJK malah akan memperkuat pembatasan tarif dengan memasukkannya pada Peraturan OJK.
Syarkawi mengungkapkan pihaknya setuju jika OJK ingin melindungi industri asuransi dari persaingan tidak sehat, tetapi membuat batas bawah bukanlah keputusan yang tepat. “Penetapan harga itu akan merusak pasar,” katanya.
Seperti diketahui, Apparindo juga membentuk tim khusus yang mengkaji dampak dari aturan tersebut. Kristinan Benny Hapsoro, satu dari tim perumus memaparkan salah satu pertimbangan OJK yang tidak sesuai fakta adalah premi asuransi yang tidak memadai dan menimbulkan kekhawatiran ketidakmampuan membayar klaim.
“Dasar yang menyatakan premi tidak memadai adalah tidak tepat. Terdapat tiga data statistik yang memaparkan bahwa rasio klaim masih positif bahkan rasio klaim untuk gempa bumi masih sangat rendah,” paparnya.
Benny menyebutkan, loss ratio lini usaha asuransi properti berkisar antara 40%-50% sebelum adanya pengaturan tarif. Menurutnya, angka tersebut masih sangat menguntungkan bagi perusahaan asuransi.