Bisnis.com, JAKARTA—Lembaga Riset Standard and Poor’s mengestimasi sebanyak 25% dari total pinjaman yang disalurkan perbankan nasional bakal terkena dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.
Cheul Soo Cho, Analis Standard and Poor’s, mengatakan sektor korporasi bakal mengalami terpaan paling besar akibat pelemahan nilai tukar rupiah. Pasalnya, perusahaan asal Indonesia banyak meminjam dana dalam dolar Amerika tanpa memiliki aset dalam mata uang tersebut, sehingga menyebabkan mismatch.
“Sektor pengolahan produk agrikultural, metals, dan penerbangan paling banyak terkena dampak pelemahan nilai tukar ini. Kami mengestimasi sektor-sektor yang terkena risiko depresiasi rupiah menempati 25% dari total kredit bank,” tulis Soo Cho dalam risetnya yang dikutip Bisnis.com, Senin (16/3/2015).
Kendati demikian, Soo Cho menilai perbankan nasional cukup tahan banting menghadapi tekanan dari luar tersebut. Apalagi, lanjut dia, dengan adanya reformasi struktural yang digalakkan pemerintah, bakal berdampak positif pada perekonomian Indonesia dalam jangka panjang, termasuk sektor perbankan.
Sementara itu, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Bank 3 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Irwan Lubis menuturkan sektor yang banyak melakukan aktivitas impor bakal diterpa efek pelemahan rupiah terbesar.
“Tapi sebenarnya kalau NPL tidak hanya faktor itu, ada yang memang sebelum depresiasi pun sudah menurun seperti pertambangan batu bara dan sawit, itu yang harus diwaspadai,” ungkap Irwan.