Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia berharap agar perusahaan pelat merah yang bertansaksi menggunakan valuta asing atau valas untuk melakukan transaksi lindung nilai.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan transaksi lindung nilai atau hedging ini sangat pentingnya dilakukan bagi perusahaan, institusi, maupun BUMN yang menggunakan valuta asing dalam bertransaksi.
"Kalau transaksi tagihan valas atau aktiva atau pasiva dalam valas atau penjualan dan pembiayaan dalam valas, nanti kalau dikaitkan dalam rupiah maka ada risiko nilai tukar," ujarnya di Gedung BI, Kamis (7/5/2015).
Risiko tersebut akan dapat dikendalikan apabila ada manajemen risiko dengan melaksanakan kegiatan lindung nilai.
Menurutnya, kalau sebuah perusahaan tidak mengelola risiko nilai tukarnya, maka dalam kondisi terjadi fluktuasi dapat menciptakan kerugian.
"Kerugian itu akan menjadi sesuatu yang sangat besar dan tidak terkait dengan kebijakan usaha. Sebab, perusahan itu punya kewajiban untuk membayar dalam valas," kata Agus.
Perusahaan yang tadinya dalam kondisi solven atau sehat, lanjutnya, bisa dalam waktu sekejab menjadi insolven atau tidak sehat apabila tidak melakukan hedging dalam bertransaksi valas.
"Banyak contohnya, dialami Indonesia pada 1997 ketika krisis Asia. Jadi dengan cara lindung nilai dapat menghindari risiko perusahaan dari bangkrut," ucapnya.
Apabila perusahaan yang tidak melakukan hedging dalam bertransaksi valas itu mengalami kebangkrutan, maka akan berdampak secara makro dan wanprestasi kewajibannya maupun pada negaranya.
"Ini berdampak pada stabilitas sistem keuanagan dan ekonomi Indonesia. Apalagi di Indonesia perusahan valas hampir 70% selalu menyelasaikan transaksi dengan spot. Ini bahaya kalau tidak hedging," tutur Agus.