Bisnis.com, JAKARTA - Pembobolan bank atau kejahatan perbankan lainnya yang terjadi di Indonesia selalu melibatkan orang dalam kalangan perbankan.
"Ketentuan dalam UU Perbankan nampak jelas bahwa dari enam pasal tentang kejahatan hanya satu pasal yang tidak melibatkan pihak bank, artinya memang kerentanan kejahatan perbankan justru dari dalam bank itu sendiri," ujar Pakar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Trisaksi Yenti Garnasih saat diskusi Optimalisasi Pengejaran Aset Pelaku Tindak Pidana Perbankan pada Bank Gagal di Jakarta, Senin (11/5/2015).
Sebetulnya, lanjutnya, sulit sekali membobol bank tanpa ada kerja sama dengan pihk bank apabila sistem kontrol berjalan dengan baik.
"Berbagai modus yang digunakan dalam pembobolan bank yang diotaki bank memang mereka bekerja sama atau hanya sekedar membantu dengan mendapatkan upah atau komisi atas hasil jarahan dari bank tersebut," katanya
Meskipun, tambah Yenti, ada juga kejahatan bank terjadi dan pihak perbankan pun benar menjadi korban hacking, skimming, dan perampokan bank secara manual.
Namun, terkait delik perbankan dalam UU Nomor 10/1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7/1992 tentang perbankan menyatakan hampir semua pasal melibatkan orang dalam bank atau pihak terafiliasi dan hanya satu pasal yang tidak melibatkan bank, yaitu perbuatan menghimpun dana masyarakat tanpa seijin Bank Indonesia.
Sejalan dengan era digital sistem maka modus kejahatan perbankan yang terjadi di Indonesia juga mengalami perkembangan ke arah modus yang canggih dalam bentuk white collar crime yang bercirikan sulit dilacak, tidak ada bukti tertulis, tidak kasat mata, dan dilakukan cara yang rumit.
"Ada pula cara konservatif yakni modus pemalsuan, penipuan, dan penggelapan dana nasabah yang dilakukan pegawai bank atau orang kerja sama dengan mereka. Oknumnya dari teller sampai dengan top level bank itu," ucap Yenti.
Dia mencontohkan kasus pembobolan dana nasabah oleh Melinda Dee yang melibatkan costumer service officer. Hal tersebut menunjukan bank harus memiliki sistem pengawasan dan perlunya peningkatan integritas pegawai bank.
"Maraknya kejahatan perbankan ditenggarai karena semakin merebaknya IT system yang sebetulnya untuk alasan efisiensi dan efektivitas, tapi juga rentan dengan terjadinya pembobolan dana nasabah," tuturnya.
Dalam kurun dua tahun terakhir telah terjadi delapan kasus pembobolan bank dengan kerugian berkisar Rp250 miliar.
"Ini sangat mungkin lebih dari itu karena ada indikasi dalam hal kejahatan perbankan pihak bank sering kali menutup-nutupi dengan alasan menjaga kepercayaan masyarakat," ujar Yenti.