Bisnis.com, LONDON—Standard Chartered Plc. (Stanchart ) kembali berencana untuk melakukan pemangkasan tenaga kerja hingga 15.000 orang sekaligus meningkatkan pemodalannya sebesar US$5,1 miliar dalam rights issue.
CEO Standard Chartered Bill Winters mengatakan, kebijakan ini dilakukan sebagai langkah untuk menyelamatkan keuangan perusahaannya yang turun selama dua tahun terakhir ini.
"Iklim bisnis di pasar kita memang terus menantang kami untuk tersu berjuang. Namun sayangnya kinerja kami baru-baru ini cukup mengecewakan," kata Winters, seperti dikutip dari Bloomberg Selasa (3/11/2015).
Seperti diketahui, bank yang berbasis di London pada Oktober 2015 juga telah merencanakan untuk melakukan PHK kepada 1.000 dari total 4.000 orang pekerja di level staf senior. Saat ini, Stanchart memiliki total jumlah pekerja sekitar 90.000 orang yang tersebar di seluruh dunia.
Winters berjanji, pendapatan US$2,9 miliar yang diraih dari kebijakan rasionalisasi yang diperkirakan akan didapat pada 2018, akan digunakan untuk merestrukturisasi keuangan perusahaan. Selain itu, dana tersebut juga akan digunakan untuk mendukung aset pribadi Stanchart yang mencapai US$100 miliar.
Selain itu Stanchart juga telah menyiapkan dana lebih dari US$1 miliar yang akan digunakan untuk berinvestasi di sektor bisnis perbankan ritel, perbankan swasta,jasa penyediaan renmibi dan memperbaiki bisnis waralaba yang dimilikinya di Afrika.
"Kebijakan ini nantinya akan menghasilkan sebuah bentuk baru bagi Stanchart, yakni bank internasional yang ramping, fokus dalam kapitalisasi pasar, dan siap untuk menghadapi perkembangan dinamika di Asia, Afrika dan Timur Tengah," kata Winters.
Pengurangan 15.000 pekerja ini, selain digunakan untuk memperkuat neraca bank, juga akan dimanfaatkan untuk meningkatkan modal guna mendanai rencana investasi selama tiga tahun sebesar US$3 miliar.
Saham Stanchart sendiri saat ini telah merosot sebanyak 6,2% di bursa saham Hong Kong setelah pengumuman. Fakta tersebut menambah fenomena penurunan saham bank tersebut tahun ini menjadi 31%.
Sementara itu, dalam catatan keuangannya selama beberapa kuartal terakhir, Stanchart selalu mencatatakan kerugian yang berada di luar dugaan. Bank, yang menghasilkan sebagian besar pendapatannya di Asia ini, mengatakan perlambatan ekonomi China dan kemerosotan harga komoditas dunia menjadi dua faktor terbesar penyebab kerugian perusahaan.
Temasek Grup, investor dari Singapura yang merupakan pemegang saham terbesar Stanchart disebutkan oleh Winters sangat mendukung kebijakan perusahaan, terutama dalam aksi penjualan saham. Temasek sendiri berencana untuk kembali mengambil alih porsi 15,8% dari modal saham yang ada.