Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengukur Kesiapan Industri Menyambut Asuransi Parametrik Bencana Alam

Pemerintah bersama industri perasuransian sedang menyiapkan produk asuransi parametrik bencana alam yang ditargetkan akan rilis 2026.
Karyawati beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi umum di Jakarta, Rabu (24/7/2024). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi umum di Jakarta, Rabu (24/7/2024). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah bersama industri perasuransian sedang menyiapkan produk asuransi parametrik bencana alam yang ditargetkan akan rilis 2026. Produk yang membutuhkan kapasitas penyerapan risiko jumbo itu akan meluncur di tengah kondisi ekuitas asuransi umum dan reasuransi kompak kontraksi dalam kuartal I/2025.

Pengamat Asuransi dan Dosen Program Magister Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Kapler Marpaung, menilai industri perasuransian di Indonesia sudah siap mengimplementasikan produk asuransi tersebut. Penilaian tersebut mengacu pada permodelan bencana dan kekuatan finansial industri.

"Pengamatan saya, industri asuransi umum Indonesia sebenarnya kan sudah memiliki model bencana yang berstandar global melalui Maipark. Ini lah yang menjadi dasar seluruh perhitungan teknis asuransi parametrik," kata Kapler kepada Bisnis, Jumat (13/6/2025).

Ihwal kekuatan finansial, Kapler menjelaskan bahwa asuransi parametrik mensyaratkan likuiditas yang sangat lancar demi pembayaran payout dalam waktu kurang dari 14 hari agar sesuai dengan kebutuhan tanggap darurat pascabencana.

Bila merujuk pada situasi yang kurang lebih sama di asuransi kredit dan surety bond sebagaimana diatur OJK, bahwa rasio likuiditas perusahaan asuransi pengelola harus 150%, Kapler mencatat saat ini banyak perusahaan asuransi yang memenuhi itu.

"Model asuransi parametrik bencana yang akan diluncurkan nanti Januari 2026 ini kan beda dengan asuransi bencana yang ada sekarang ini ya. Model ini pembayaran klaimnya harus dibayar atau cair segera, atau paling lambat 14 hari," tegasnya.

Adapun sebagai pihak yang akan mengelola retensi asuransi bencana alam, akan dibentuk konsorsium yang beranggotakan perusahaan asuransi umum dan reasuransi. Kapler menilai konsorsium asuransi parametrik ini diperlukan mengingat kapasitas jenis asuransi ini cukup besar.

Asuransi parametrik bencana alam akan memberikan perlindungan bagi anggaran fiskal pemerintah apabila terjadi bencana alam berupa gempa bumi dan banjir. Saat ini, dana cadangan risiko fiskal untuk bencana hanya sekitar Rp4 triliun, sedangkan kebutuhannya mencapai Rp22 triliun.

"Sebenarnya angka Rp22 triliun ini pun tidak besar juga kalau dibandingkan dengan bencana tsunami Aceh 2004 yang menimbulkan kerugian ekonomi lebih dari Rp40 triliun," ujarnya.

Bila merujuk pada kondisi finansial industri asuransi umum dan reasuransi, dalam kuartal I/2025 total ekuitas industri asuransi umum tergerus 15% year on year (YoY) menjadi Rp76,67 triliun. Sementara itu, ekuitas industri reasuransi juga turun 15% YoY menjadi Rp7,06 triliun.

Kapler mengatakan kapasitas modal industri reasuransi jelas berpengaruh pada kapasitas dalam negeri untuk penyediaan proteksi, termasuk untuk asuransi parametrik ini.

"Namun asuransi parametrik ini akan dikelola dalam bentuk konsorsium di mana anggotanya pun harus melewati syarat kesehatan finansial tertentu. Jadi program ini bukanlah untuk semua perusahaan, tapi hanya bagi mereka yang kuat secara finansial saja. Ini demi perlindungan maksimal untuk fiskal negara atas risiko bencana alam," pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, memastikan kesiapan pelaku usaha asuransi umum untuk implementasi asuransi parametrik bencana alam.

"Kalau dilihat dari ekuitas perusahan asuransi umum, ini tidak mencerminkan secara mikro [spesifik pada asuransi parametrik bencana]," ujarnya.

Budi menjelaskan, dalam asuransi parametrik bencana alam yang sedang disiapkan ini, pembayaran klaim didesain paling lama dua minggu setelah kejadian. Untuk itu, rasio likuiditas menjadi fokus utama perusahaan asuransi.

"Oleh karena itu kami dari AAUI sudah mengusulkan dibuat konsorsium, dan nanti siapa yang menjadi administratirnya. Kalau ini saya tidak khawatir. Kita mendorong teman-teman berpartisipasi sehingga kita cari struktur asuransinya seperti apa. Dari segi mitigasi risiko kami sangat hati-hati. Asuransi parametrik ini hal yang baru bagi kita semua, karena ini basisnya berdasarkan data dan statistik semua," pungkasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper