Bisnis.com, JAKARTA -- Direktur Utama, Centre For Banking Crisis, A. Deni Daruri mengungkapkan, masyarakat Ekonomi Asean bisa menjadi peluang bagi perbankan syariah untuk melangkah maju. Indonesia dinilainya memegang kunci sebagai pemain global, karena mayoritas penduduknya beragama Islam.
Selain itu pertumbuhan perbankan syariah dinilainya juga masih positif. Bila dibandingkan dengan Malaysia, Deni menuturkan, karakteristik perbankan Indonesia berbeda jauh. Indonesia menurutnya lebih mengarah pada sektor riil, sementara Malaysia mengarah pada sektor keuangan.
Kondisi itu membuat Deni optimistis dengan peluang kenaikan market share perbankan syariah berada di atas 5%, dengan catatan selama pertumbuhan dan paket kebijakan berjalan mulus.
"Kita lebih ke market driven, bottom up, dari bawah banyak sektor riilnya jadi keuangan kita akan lebih berkembang beda lagi Malaysia yang top down, dari pemerintah," terangnya.
Deni menambahkan dengan dibentuknya Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) oleh Presiden Joko Widodo diharapkannya bisa mendukung dan menstimulasi lebih cepat kinerja perbankan syariah.
Ia berharap pemerintah bisa membuat arah arsiterktur perbankan syariah dengan jelas. Setelah membuat arsitektur, ia ingin pemerintah melanjutkan dengan instrumen yang tepat. Salah satu instrumen yang bisa ditempuh menurutnya merger atau akuisisi.
Namun keputusan itu, menurutnya juga perlu dipertimbangkan dengan matang. Ia menegaskan jangan sampai merger hanya dilakukan sebagai upaya untuk menutupi kesalahan masing-masing bank yang tecermin dari kredit yang tidak lancar.
"Harus jelas, merger dengan siapa, mau buat berapa banyak, yang menengah jumlahnya berapa, disesuaikan dengan karakteristik dan sifatnya masing-masing bank Syariah. Kayak orang donor darah, kalau golongan darahnya nggak cocok, ya bisa celaka," tegasnya.