Bisnis.com, PADANG - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerapkan skema recycling atau tata ulang manajemen guna menyelamatkan Bank Perkreditan Rakyak (BPR) di Sumatra Barat.
Kepala OJK Perwakilan Sumbar Indra Yuheri menyebutkan pada tahun ini OJK menerapkan program recycling terhadap seluruh BPR yang ada di daerah itu.
“Kami terapkan program recycling untuk meningkatkan kinerja BPR, sehingga nanti harapannya tidak ada lagi BPR yang dicabut izinnya,” katanya kepada Bisnis.com, belum lama ini.
Dia mengatakan program itu meliputi, refreshment atau penyegaran kembali tenaga funding officer (FO) BPR, pendidikan untuk internal control BPR, evaluasi menyeluruh per semester, dan meningkatkan kembali peran Apex bank.
Kalau program itu berjalan, dia meyakini kinerja BPR bakal lebih optimal. Sebab, kegagalan BPR di daerah itu selama ini disebabkan minimnya tenaga profesional dan pengelolaan bank yang dilakukan ala kadarnya.
Apalagi, sebagian besar dari 99 BPR yang ada di Sumbar memiliki modal kecil, karena pembentukan bank rakyat itu sendiri berawal dari lumbung piti nagari (LPN) – lembaga keuangan di desa/nagari – yang modalnya sangat terbatas.
Indra mengungkapkan penyelamatan BPR dengan cara penguatan modal atau merger sulit dilakukan di daerah itu.
Sebab, untuk modal misalnya, sebagian besar BPR dimiliki oleh kelompok masyarakat yang susah untuk meningkatkan modalnya. Termasuk juga dijadikan identitas daerah, sehingga sulit dilakukan merger.
Cara lain yang bisa ditempuh adalah dengan keterlibatan modal pemda dalam bentuk saham di BPR. Namun, membutuhkan waktu lama karena penyertaan modal pemda perlu dibahas dan mendapat persetujuan dewan setempat.
“Saya kira pelan-pelan diperbaiki dari sisi manajemennya dulu, tidak apa modal kecil tetapi kinerja optimal,” ujar Indra.
Adapun, kinerja BPR daerah itu sepanjang tahun lalu mencatatkan pertumbuhan aset 6,98% menjadi Rp1,5 triliun. Kinerja kredit tumbuh melambat 2,85% menjadi Rp1,17 triliun, dan pengimpunan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 14,45% menjadi Rp1,17 triliun.
“Secara umum masih bagus. Tetapi memang agak tertekan karena penurunan harga komoditas sawit dan karet, padahal nasabah BPR umumnya adalah petani,” katanya.
Menurutnya potensi pertumbuhan BPR di daerah itu masih cukup menjanjikan, mengingat kedekatan BPR dengan masyarakat pedesaan yang tidak dimiliki oleh bank umum.
Apalagi, imbuhnya, secara umum permodalan BPR Sumbar masih bagus dengan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio/CAR mencapai 17%.