Bisnis.com, BOGOR- Pemkot Bogor mulai mensosialisasikan program asuransi pertanian sebagai langkah mewujudkan swasembada pangan.
Kepala Seksi Sumber Daya Dinas Pertanian (Distani) Kota Bogor Lina Sobariah mengatakan adanya asuransi bagi petani ini sangat didukung Distani Kota Bogor.
Dengan adanya asuransi bisa melindungi petani dari kerugian gagal panen yang diakibatkan bencana alam. Seperti banjir, kekeringan dan serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) bisa hama atau penyakit.
“Asuransi ini juga ikut disubsidi pemerintah agar pembayaran preminya tidak terlalu memberatkan petani,” ujarnya, Kamis (17/3/2016).
Lina menuturkan, subsidi pemerintah itu juga merupakan salah satu keberpihakan pemerintah untuk membantu petani.
Subsidi tersebut dinilai penting pada tahap awal pemberlakukan kebijakan guna merangsang petani menyadari pentingnya asuransi.
“Nanti kalau petani sudah menyadari itu pemerintah akan melepas subsidinya supaya petani dapat mandiri,” jelas Lina
Sementara itu, Marketing PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) Kantor Cabang Bogor Wildan Prayogo mengatakan petani gagal panen akan memperoleh ganti rugi keuangan yang akan digunakan sebagai modal kerja usaha tani untuk penanaman berikutnya.
Selain itu keuntungan asuransi pertanian juga mampu meningkatkan aksesbilitas petani terhadap sumber-sumber pembiayaan.
“Asuransi akan memberi rasa aman kepada petani,” paparnya.
Wildan menjelaskan, ganti rugi bisa didapat jika petani sudah terdaftar sebagai peserta asuransi.
Selanjutnya petani membayar premi atau iuran sebesar Rp36.000 per hektar per satu musim tanam per orang. Hal itu dibayarkan setelah disubsidi diberikan pemerintah sebesar Rp144.000 dari yang seharusnya sebesar Rp180.000.
Adapun jangka waktu pertanggungan dari mulai tanam hingga perkiraan panen. Asuransi digunakan apabila terjadi gagal panen akibat risiko banjir, kekeringan, serangan organisasi perusak tanaman.
"Itupun dengan intensitas kerusakan mencapai kurang lebih 75% dan luas kerusakan mencapai kurang lebih 75% pada setiap luas petak alami," ujarnya.
“Jika seperti itu, petani akan mendapat ganti rugi sebesar Rp. 6.000.000 per hektar," tambahnya.