Bisnis.com, JAKARTA – Industri perbankan diminta tetap menjalankan prinsip kehati-hatian dan tetap waspada, kendati secara umum rasio kredit bermasalah cukup baik dan tidak terlalu bermasalah.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D. Hadad mengungkapkan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) secara net per Juli 2016 berada di level 1,4%.
“Overall saya kira nggak ada masalah [NPL], karena cover pencadangan perbankan cukup kuat,” katanya di kompleks Istana Negara, Jumat (9/9/2016).
Dia mengungkapkan untuk NPL per juli 2016 tersebut sudah diantisipasi dan pihaknya juga telah meminta industri perbankan untuk menyelesaikan dan melakukan restrukturisasi.
“Jadi overall memang kemarin ada sampai dengan bulan Juli itu, Terus tapi kan kita sudah antisipasi, kita minta mereka menyelesaikan, restrukturisasi dan sebagainya,” katanya.
Adapun, data uang beredar yang dipublikasikan Bank Indonesia menunjukkan, kredit yang disalurkan oleh perbankan pada Juli 2016 sebesar Rp4.168,4 triliun atau tumbuh 7,7% secara year on year (y-o-y), lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,2% y-o-y. Permintaan kredit mengalami perlambatan setelah sebelumnya mengalami akselerasi menjelang Idulfitri.
Muliaman mengungkapkan menurunnya penyaluran kredit secara kuantitas per Juli 2016 karena perbankan melakukan konsolidasi dalam menghadapi NPL. Dengan demikian, bank-bank lebih selektif dalam menyalurkan kreditnya.
“Jadi secara kuantitas kredit memang turun, tetapi NPL membaik. Banyak bank melakukan konsolidasi, apa yang perlu dilakukan. Jadi sangat selektif dan sebagainya,” ujarnya.
Muliaman menambahkan perbankan telah melewati posisi terendah dalam pencapaian kinerja tahun ini, yaitu pada Mei lalu. Saat itu, NPL perbankan secara industri mencapai Rp126,62 triliun atau 3,11% dari total penyaluran kredit bank sebesar Rp4.070,45 triliun. Adapun pertumbuhan kredit bank per Mei 2016 tersebut sebesar 8,3%.
Sementara itu, pada bulan sebelumnya, yaitu per April 2016, NPL perbankan mencapai Rp117,29 triliun atau 2,93% dari total penyaluran kredit bank sebesar Rp4.006,71 triliun. Adapun pertumbuhan kredit bank per bulan tersebut sebesar 7,95%.
Kemudian, per Juni 2016, NPL bank tercatat sebesar Rp127,16 triliun atau 3,05% dari total penyaluran kredit bank sebesar Rp4.168,31 triliun. “Posisi Mei itu di bawah, kemudian kalau kami lihat, Juni-Agustus kredit mulai baik, NPL juga membaik,” kata Muliaman.
Ke depan, lanjut Muliaman, NPL perbankan diyakini bakal semakin baik. Dia pun menilai bank-bank sudah memiliki pencadangan yang cukup memadai untuk menghadapi NPL, sehingga tidak ada keharusan bagi bank untuk membentuk special unit kembali.
Bisnis mencatat, industri perbankan di Sumatra Barat diminta mencari alternatif penyaluran kredit ke sektor yang lebih aman, guna menghindari semakin meningkatnya NPL usaha mikro kecil dan mengengah (UMKM) yang sudah menyentuh level 7,6%.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumbar Puji Atmoko menuturkan perbankan perlu lebih kreatif menyasar sektor pembiayaan baru yang potensial tumbuh, untuk mengejar penyaluran kredit yang mengalami perlambatan. “Perlu dicari sektor-sektor yang lebih ‘hijau’. Komoditas yang sudah ‘merah’, jangan ditambah lagi,” katanya.
Bank Indonesia mencatatkan NPL sektor UMKM Sumbar sudah menyentuh 7,6% per Juli 2016, dengan rincian kredit mikro 3,1%, kecil 7,1%, dan kredit menengah 12,5%. Angka itu jauh melewati ambang batas yang ditetapkan regulator 5%.
Menurutnya, sektor komoditas sawit dan karet yang mengalami kejatuhan paling parah sepanjang beberapa tahun terakhir, menjadi penyebab tingginya rasio kredit bermasalah UMKM daerah itu. “Menengah itu umumnya di sektor sawit. Sudah SOS, perlu diatasi segera,” ujarnya.