Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Jaminan Sosial (DJSN) menyebut usulan tarif iuran peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan segmen penerima bantuan iuran (PBI) menjadi Rp71.000 per orang per bulan mempertimbangkan keberlanjutan program.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Mickael Bobby Hoelman mengatakan usulan tersebut sedang dikaji oleh tim lintas kementerian/lembaga.
"Terkait penyesuaian nilai kontribusi atau premi masih dikaji oleh Tim Pokja Aktuaria yang beranggotakan lintas kementerian/lembaga," kata Mickael yang akrab disapa Choki kepada Bisnis, Jumat (30/5/2025).
Sebagai gambaran, saat ini iuran peserta segmen BPJS Kesehatan kelas III dipatok sebesar Rp42.000 per orang per bulan, di mana sebesar Rp7.000 ditanggung oleh pemerintah. Artinya peserta BPJS Kesehatan kelas III untuk peserta mandiri membayar kekurangannya sebesar Rp35.000. Sedangkan peserta PBI iurannya sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah.
"Jika ada penyesuaian terhadap premi PBI, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, tentu Menteri Keuangan akan campur tangan," ujarnya.
Iuran program JKN BPJS Kesehatan terakhir kali naik pada 2020. Saat ini, ketahanan Dana Jaminan Sosial (DJS) terus menurun sehingga perlu adanya penyesuaian iuran untuk memastikan ketahanan DJS terus aman.
Baca Juga
Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) BPJS Kesehatan memproyeksi rasio klaim JKN di akhir 2025 melesat menjadi 111,8%, sementara ketahanan DJS makin susut jadi 0,62 bulan. Padahal, DJS dikatakan aman bila asetnya bisa memenuhi semua klaim minimal selama 1,5 bulan ke depan.
Choki menjelaskan penurunan kesehatan DJS berkorelasi dengan semakin banyaknya peserta yang mengakses layanan kesehatan melalui JKN. Pada 2024, rata-rata utilisasi BPJS Kesehatan per hari mencapai 1,9 juta, atau 700,42 juta selama setahun.
Angka tersebut naik lebih dari tujuh kali lipat dibandingkan 10 tahun yang lalu, saat rata-rata utilisasi BPJS Kesehatan sebesar 252.000 atau 92,3 juta selama setahun penuh.
"Demikian halnya dengan beban biaya yang meroket dari Rp42,65 triliun pada 2014 menjadi Rp174,9 triliun pada 2024, atau melonjak empat kali selama kurun waktu satu dekade," ujarnya.
Dia menjelaskan beban klaim tersebut didominasi untuk penanganan penyakit katastropik yang menghabiskan sepertiga dari total biaya layanan, dengan penanganan penyakit jantung mengambil porsi terbesar hingga mendekati 80% dari total biaya penanganan penyakit katastropik.
Sebelumnya, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan iuran JKN beroktribusi atas 95% pendapatan BPJS Kesehatan yang digunakan untuk membayar klaim program JKN. Untuk itu, dia menilai penyesuaian iuran menjadi solusi utama untuk memastikan ketahanan dana DJS.
Meski begitu, Timboel mengungkap saat ini usulan DJSN untuk penyesuaian iuran menjadi Rp71.000 tersebut belum disepakati oleh pemerintah.
"Kemarin saya dengar ada tarik menarik antara Menteri Keuangan dan Menteri Kesehatan melawan DJSN. Tanda kutip melawan ya, artinya kalau Menteri Keuangan dan Menteri Kesehatan mintanya cuma Rp60.000," ujar Timboel.